Bisnis.com, JAKARTA - Di tengah melambatnya pertumbuhan ekonomi dan harga barang komoditas, Menteri Keuangan meminta Direktorat Jenderal Pajak untuk menggenjot penerimaan pajak dengan membidik perusahaan di luar kegiatan ekspor.
“Pajak kita memang terlalu berkonsentrasi terhadap perusahaan ekspor terutama dari barang-barang komoditas, misalnya sektor pertambangan. Oleh karena itu, perlu melihat sektor lainnya, misalnya sektor properti,” ujar Chatib Basri, Menteri Keuangan, Jumat (13/9/2013).
Dia menjelaskan tergerusnya harga komoditas terutama dari sektor pertambangan, membuat penurunan pertumbuhan penerimaan pajak lebih besar dibandingkan dengan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) Indonesia yakni dari 6,2% menjadi 5,9%.
Kendati demikian, lanjutnya, dia optimistis pertumbuhan penerimaan pajak akan lebih besar dibandingkan dengan pertumbuhan PDB ditambah inflasi yakni diatas 14%. Adapun, dia mengklaim isu kinerja pajak tetap menjadi isu utama pemerintah saat inin.
Berdasarkan data Ditjen Pajak, realisasi penerimaan pajak termasuk migas hingga Agustus 2013 naik 7,03% menjadi Rp556,03 triliun. Persentase tersebut lebih rendah dari penerimaan pajak Agustus 2012 yang tumbuh 15,74%, dari Agustus 2011 sebesar Rp449,03 triliun.
Sementara itu, Ditjen Pajak tengah melakukan pengamanan penerimaan pajak melalui dua strategi utamanya yakni ekstensifikasi dan intensifikasi. Salah satu harapan utama Ditjen Pajak dalam menggenjot penerimaan pajak dalam sisa waktu tahun ini, yakni dari pajak properti.
Direktur Jenderal Pajak Fuad Rahmany sebelumnya mengatakan ketidaktepatan pelaporan transaksi properti di Indonesia mengakibatkan adanya potensi pajak yang tidak terbayarkan hingga Rp30 triliun pada tahun ini.
Ditjen Pajak mengklaim memiliki data adanya indikasi pelanggaran pajak properti, dimana wajib pajak pengembang tidak melaporkan transaksi penjualan properti berdasarkan harga sebenarnya, namun hanya dari nilai jual objek pajak.