Bisnis.com , JAKARTA—Perusahaan pelayaran mengeluhkan antrean pelayanan sandar kapal di Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta Utara menyusul maraknya kegiatan penimbunan barang dan peti kemas impor di kawasan lini 1 pelabuhan terbesar di Indonesia itu.
Ketua Indonesian National Shipowners’ Association (INSA) Jaya C. Alleson mengatakan keluhan itu disampaikan sejumlah operator pelayaran karena banyak kapal mulai mengantre sandar sejak Senin (2/9/2013) di beberapa terminal di Tanjung Priok.
Antrean itu terjadi di PT Jakarta International Container Terminal (JICT), Terminal Peti Kemas (TPK) Koja dan terminal 3 (multipurpose ) di Pelabuhan Tanjung Priok.
“Bahkan kini kami menerima laporan bahwa YOR [yard occupancy ratio ] di terminal peti kemas termasuk di JICT dan TPK Koja sudah lebih dari 100%. Ini membuat manuver dan produksi bongkar muat menurun sehingga kapal harus mengantre sandar,” ujarnya kepada Bisnis , Selasa (3/9/2013).
Dia menilai kegiatan pengeluaran barang impor dari dalam pelabuhan tidak signifikan dalam 2 pekan terakhir sehingga lapangan penumpukan di lini 1 penuh.
Alleson mengharapkan operator pelabuhan menjaga ketersediaan YOR di terminal asal dan lini 1 pelabuhan agar tidak menghambat pelayanan bongkar muat terhadap kapal berikutnya.
Selama 1-8 September 2013, Bisnis mencatat terdapat sebanyak 11 unit kapal internasional bakal sandar dan melakukan bongkar muat di TPK Koja, sedangkan di JICT sebanyak 33 unit kapal.
Direktur Komersial JICT Rima Novianti menyatakan antrean kapal di JICT yang dikeluhkan perusahaan pelayaran tidak terjadi. “Pada Selasa [3/9/2013] ada dua kapal yang selesai dilayani dan tidak terjadi antrean pelayanan kapal di terminal,” ujarnya.
Rima juga menjelaskan terdapat satu kapal milik Hyundai yang melakukan pelayaran perdana dari JICT di Pelabuhan Tanjung Priok pada Selasa (3/9/2013). “Begitupun untuk kapal yang sudah ada kontrak window- nya di JICT juga tidak ada masalah,” tuturnya.
Sementara itu, Ketua Komite Tetap Kadin DKI Jakarta Bidang Kepabean an dan Perdagangan Ekspor Impor Widijanto meminta Bea dan Cukai serta operator pelabuhan lebih tegas membuat kebijakan guna mengamankan batasan YOR di Tanjung Priok.
Di sisi lain, dia mengharapkan pemilik barang atau importir menyadari bahwa kawasan lini 1 pelabuhan bukan sebagai tempat penimbunan barang. Harapan itu disampaikan untuk menghindari terulangnya ancaman kepadatan dan kongesti bongkar muat.
“Mesti ada ketegasan dari pemerintah di sisi lain operator pelabuhan juga jangan mengandalkan pendapatan dari biaya storage ,” ujarnya. (Juli E.R Manalu)
Berita selengkapnya baca di: Bisnis Indonesia edisi hari ini, Rabu, 4 September 2013