Bisnis.com, JAKARTA– Bank Indonesia mengimbau masyarakat untuk tidak khawatir terkait cadangan devisa yang terus merosot hingga mencapai US$92,67 miliar, posisi terendah sejak November 2010.
Perry Warjiyo, Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI), mengatakan wajar cadangan devisa (cadev) mengalami penurunan akibat pasokan valuta asing (valas) berkurang, seperti masa saat ini.
“Seperti cerita Nabi Yusuf ada 7 tahun masa panen dan 7 tahun masa paceklik. Ketika jaman capital inflow [2010-2011) cadev naik dari US$60miliar menjadi US$127 miliar. Sekarang lagi paceklik jadi wajar cadangan devisa turun dari US$127 miliar ke US$92 miliar,” ujarnya Sabtu (17/8/2013).
Menurutnya, cadev tersebut masih cukup untuk mengendalikan stabilitas ekonomi berdasarkan standar internasional. Cadev Indonesia setara dengan 5,1 bulan pembayaran impor dan utang luar negeri jangka pendek, lebih tinggi dari standar Lembaga Moneter Internasional (IMF) yakni 3 bulan.
“Kami berharap masa paceklik ini tidak berlangsung lama,” ujarnya.
Sebelumnya, Peter Jacobs, Direktur Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI), tergerusnya cadev selama Juli 2013 disebabkan pasokan valas yang minim, padahal permintaannya cuup tinggi untuk untuk pembayaran impor, utang luar negeri dan repatriasi dividen perusahaan yang dimiliki oleh investor asing.
Sedikitnya pasokan valas tersebut menyebabkan bank sentral cukup aktif melakukan intervensi terhadap nilai tukar rupiah selama Juli lalu.
“Intervensi ini kami lakukan menjaga agar fluktuasi rupiah tidak bergerak tajam,” ujarnya. (ltc)