Bisnis.com, JAKARTA - Pemaparan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam pidato di hadapan anggota dewan menyambut HUT RI ke-68 dinilai kurang pas.
Wakil Ketua Komisi VI DPR Aria Bima berpendapat selama pidato presiden menempatkan dirinya sebagai kepala pemerintahan. Seharusnya ia memposisikan diri sebagai kepala negara terkait momentum yang ada.
"Ini kan pidato presiden sebagai kepala negara dalam peringatan ulang tahun Indonesia di depan DPR. Seharusnya presiden berbicara soal fungsi bangsa Indonesia ke depan dalam hal memaknai ulang tahun ke-68," katanya kepada Bisnis, Jumat (16/8/2013).
Dalam pidato tersebut presiden SBY menggarisbawahi 4 hal utama, pertama soal kemampuan pengelolaan perekonomian lokal di tengah perlambatan ekonomi global.
Selebihnya terkait persoalan toleransi antar dan intra umat beragama, persiapan menjelang pemilihan presiden dan wakilnya pada 2014, serta pentingnya mempertahankan kedaulatan wilayah RI.
Di luar itu sempat dibahas pula mengenai kiprahnya dalam mengupayakan penyelesaian berbagai konflik di sejumlah negara seperti Suriah, Palestina, dan Mesir. Tentu juga disinggung mengenai pengungkapan sejumlah kasus korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.
Menurut Aria, secara umum yang dikemukakan SBY cenderung sebagai kisah sukses diri sebagai presiden. Seharusnya yang ditekankan lebih soal visi ke depan untuk membangkitkan semangat seluruh elemen negara menyelesaikan berbagai masalah yang ada.
"SBY tidak mengangkat masalah Indonesia sekarang. Seharunya akui saja masih ada sekian pengangguran, ada pekerjaan rumah soal daya saing, dan bagaimana membangun karakter negara. Presiden hanya bicara success story harusya bicara komitmen ke depan," ucapnya.
Terkait persoalan kemiskinan disampaikan presiden, Indonesia sebagai negara berpendapatan menengah berhasil menekan angka kemiskinan secara bertahap. Pada 2004, penduduk miskin turun 16,66% menjadi 11,37% pada Maret 2013. Tingkat pengangguran terbuka juga turun dari 9,86% selama 2004 menjadi 5,92% pada Februari 2013.