Bisnis.com, JAKARTA--Kinerja industri manufaktur pada Juli 2013, berdasarkan purchasing managers index (PMI) yang dirilis oleh HSBC semakin melambat. Pasalnya, PMI manufaktur dalam negeri pada Juli tercatat 50,7 atau menurun bila dibandingkan indeks Juni 2013 51,0.
Meskipun terjadi penurunan selama tiga bulan berturut-turut, data terbaru menunjukkan bahwa situasi bisnis manufaktur di Indonesia terus meningkat, meskipun hanya pada tingkat marginal.
Adapun data pada Juli menyoroti kontribusi positif dari sektor ketenagakerjaan, waktu pengiriman pemasok dan sub indeks stok pembelian barang. Sedangkan, untuk produksi maupun permintaan baru mengalami stagnasi.
Dilaporkan, harga input meningkat tajam pada Juli ini. Keuntungan perusahaan manufaktur juga berada di bawah tekanan dengan peningkatan laju harga output tercepat yang dilandasi kenaikan harga bahan bakar yang semakin tinggi.
Kenaikan harga bahan bakar dan biaya bahan baku menyebabkan terjadinya peningkatan terkini pada harga pembelian secara keseluruhan. Di sisi lain, biaya output terus meningkat seiring dengan usaha perusahaan mengalihkan beban biaya yang lebih tinggi.
“Kondisi manufaktur pada Juli meningkat hanya pada kisaran marginal, menunjukkan terjadinya peningkatan faktor eksternal seiring dengan penurunan permintaan ekspor baru selama dua bulan berturut-turut,” Ekonom Asean di HSBC Su Sian Lim dalam rilisnya, Kamis (1/8/2013).
Menurutnya, situasi terhadap aktivitas manufaktur dapat membaik dalam waktu dekat bila inventaris produksi dapat bergerak dengan laju kenaikan yang lebih baik. “Saat ini, inflasi biaya meningkat sangat tajam, dan merupakan yang tercepat dalam kurun waktu selama ini.”
PMI merupakan indeks berkala yang disesuaikan dari difusi terpisah indeks yang mengukur perubahan pada output, permintaan baru, penempatan tenaga kerja, jadwal pengiriman pemasok serta stok pembelian.
Dalam indeks ini, angka di atas 50,0 mengindikasikan pertumbuhan atau ekspansi, sedangkan di bawah 50,0 mencerminkan kontraksi.