Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Harga Daging Boleh Gonjang-Ganjing, Beras Tak Perlu Was-Was

Bisnis.com, JAKARTA - Harga daging boleh gonjang-ganjing, tetapi harga kebutuhan paling pokok beras kini tidak bikin was-was. Ayo, spekulan mana yang kini berani mempermainkan harga beras?  Bukan untung, malah bisa-bisa buntung tertimbun rugi karena

Bisnis.com, JAKARTA - Harga daging boleh gonjang-ganjing, tetapi harga kebutuhan paling pokok beras kini tidak bikin was-was.

Ayo, spekulan mana yang kini berani mempermainkan harga beras?  Bukan untung, malah bisa-bisa buntung tertimbun rugi karena menyimpan beras.

Kini, spekulan akan berpikir 1.001 kali sebelum memporak-porandakan stabilitas harga beras, seperti yang pernah mengharu biru pada 2005 hingga 2007, dan beberapa tahun sebelumnya.

Ketika itu, sudah hampir dipastikan menjelang Puasa dan Lebaran harga beras pasti naik drastis. Lagi-lagi, pemerintah dibuat repot dengan menggelar operasi pasar (OP) beras, dan konsumen pasti dirugikan. Mau makan beras saja, kok mahal. Begitu kira-kira.

Namun, kini ceritanya lain. Komoditas beras mulai mencatat kestabilan sejak 2009 dan berlanjut hingga kini.

Bahkan, pada Ramadan kali ini kondisi beras benar-benar 'nyaman' bagi petani, konsumen, dan pemerintah.

Selain tren harga yang terus turun dalam 2 pekan terakhir, pengadaan beras pemerintah via Perum Bulog juga memuaskan. Kini, BUMN Pangan itu sudah mampu menyerap lebih dari 2,51 juta ton.

Adapun stok di gudang Bulog per 25 Juli 2013 sebanyak 2,82 juta ton.

Rata-rata harga gabah kering panen (GKP) selama 2013 selalu berada di atas harga pembelian pemerintah (HPP) menjadi salah satu indikator keberhasilan pengadaan beras dalam negeri Perum Bulog untuk menjaga HPP.

Berdasarkan laporan BPS pada awal Juli 2013, posisi harga gabah Rp3.989 per kg atau 19,07% di atas HPP dan harga beras termurah di tingkat eceran Rp8.478 per kg atau 28,45% di atas HPP.

Adapun perkembangan harga beras, setelah mengalami kenaikan selama 6 pekan, harga beras IR III di Pasar Induk Beras Cipinang mulai turun. Harga beras IR III di level Rp7.400 per kg pada pekan lalu.

Menurut informasi Perum Bulog, biasanya pada Mei-Juni terjadi kenaikan harga, apalagi menjelang puasa dan Lebaran. Namun, dalam 2 pekan ini turun lagi.

Sebaliknya, harga beras dan gabah mendekati HPP hanya dalam 2 bulan, yakni Maret hingga April.

Dengan data beras itu, Perum Bulog siap melakukan OP beras di mana saja, dan berapa pun permintaan pasar.

"Tidak ada alasan spekulasi, apalagi menaikkan harga. Bulog akan melakukan OP berapa pun yang diminta pasar," tegas Dirut Perum Bulog Sutarto Alimoeso.

Dia menjelaskan stok beras pemerintah masih aman, kendati harus dikurangi untuk penyaluran beras untuk warga tak mampu (raskin) ke-13 hingga ke-15 sebanyak 700.000 ton.

Perusahaan pelat merah itu pun semakin percaya diri, karena kebutuhan OP relatif lebih ringan, alias hanya mengeluarkan sedikit beras di gudang. Hingga kini beras untuk OP hanya 85.418 ton, jauh dari volume pada 2011 sebanyak 403.000 ton, dan 300.000 ton pada 2012.

Sebaliknya, volume beras untuk OP pada 2013 ini sedikit lebih banyak daripada 2010 yang  hanya 44.915 ton.

Adapun stok beras OP yang dikuasai pemerintah kini terbesar dalam 4 tahun terakhir, yakni sebanyak 640.000 ton.


Daerah penyumbang beras

Berdasarkan data yang dirilis Perum Bulog pekan lalu, Pulau Jawa masih menjadi penyumbang beras terbesar untuk nasional, yakni mencapai 69,31%. Selanjutnya, Sulawesi sebesar 12%, Sumatra 10%, dan Bali-Nusa Tenggara 6,29%.

Provinsi Jawa Timur tercatat masih paling besar kontribusinya untuk pengadaan besar nasional, yakni sebanyak 750.000 ton, selanjutnya Jawa Tengah 500.000 ton, Jabar (400.000 ton), Sulawesi Selatan (244.000 ton), Nusa Tenggara Barat (142.000 ton), Sumatra Selatan (106.000 ton), dan Lampung (100.000).

Adapun Kabupaten Pati (Jateng) dan Kabupaten Bojonegoro (Jatim) menjadi sub divisi regional Bulog terbesar untuk serapan beras, yakni masing-masing 120.000 ton.

Selanjutnya, sub divre Cirebon sebanyak 103.000 ton, Sidrap, Sulsel sebanyak 94.000 ton, Semarang (90.000 ton), Palembang (80.000 ton), Pekalongan (80.000 ton), dan Indramayu (71.000 ton), Pare-Pare, Sulsel (77.000), dan Mataram, NTB (70.000 ton).










Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper