Bisnis.com, JAKARTA—Pemberian gaji bersih (net salary) berpotensi merugikan penerimaan negara, karena dimanfaatkan perusahaan untuk tidak menyetor pajak penghasilan (PPh) karyawannya dengan benar.
Pengamat Perpajakan Universitas Indonesia Ruston Tambunan mengatakan selama ini ada kesan perusahaan menanggung PPh karyawannya, yang menerima gaji bersih dari pajak (net of tax).
“Karyawan hanya tahu gajinya sudah bersih dari pajak. Kebijakan ini menimbulkan kesan seolah-olah pajak karyawan ditanggung perusahaan. Padahal sebenarnya tidak. PPh karyawan tetap dibayar oleh karyawan,” kata Ruston kepada Bisnis, Sabtu (27/7/13).
Menurut Ruston, hal tersebut menjadi alasan bagi perusahaan untuk melakukan penghematan dengan mengurangi penghasilan karyawannya yang terkena PPh, sehingga berpotensi merugikan penerimaan negara.
Menurut Ruston, ini melanggar ketentuan perpajakan yang berlaku. Namun, pelanggaran yang dikenal dengan penyelundupan pajak (tax evasion) ini tidak dapat terjadi jika karyawan peduli dengan kewajiban pajaknya sendiri.
“Jika perusahaan sengaja mengecilkan mengecilkan penghasilan kena pajak, maka bukti potong PPh pasal 21 yang diterima karyawan dari perusahaan juga akan lebih kecil dari seharusnya. Seharusnya karyawan menanyakan hal ini ke perusahaan,” jelas Ruston.
Pada akhirnya, sistem penggajian tersebut dapat menjadi faktor tingginya tingkat ketidakpatuhan perusahaan dalam memotong PPh karyawannya, yang diatur dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan Pasal 21.
Kemudian, Direktorat Jenderal Pajak menerbitkan surat ketetapan pajak (SKP) terhadap perusahaan yang setoran PPh-nya lebih kecil, berdasarkan surat pemberitahuan pajak (SPT) orang pribadi karyawannya.
“Ketidakbenaran dalam penghitungan PPh Pasal 21 yang dilakukan oleh perusahaan dengan sendirinya menyebabkan SPT PPh orang pribadi yang bersangkutan juga tidak benar,” kata Ruston.