Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah mengakui sulit menjaga asumsi nilai tukar rupiah Rp9.600 per dolar Amerika Serikat sesuai asumsi APBN-P 2013 menyusul pelemahan kurs yang berlanjut ke semester II/2013 akibat tekanan situasi global dan internal.
Rencana bank sentral AS mengurangi stimulus moneter memicu pelarian modal ke luar (capital outflow) dan menimbulkan sentimen negatif pada neraca modal Indonesia. Akibatnya, rupiah terkoreksi terhadap dolar AS.
Dari sisi internal, kekhawatiran terhadap neraca transaksi berjalan yang terus defisit dan ekspektasi inflasi pascakenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi semakin menekan rupiah.
Rupiah yang sejak akhir paruh pertama 2013 sudah melemah ke kisaran Rp9.800-Rp9.900 per dolar AS, semakin terpuruk ke kisaran Rp10.000 per dolar AS pekan ini. Padahal, realisasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS selama semester I/2013 sudah mencapai Rp9.742 per US$.
"Saya melihat perkembangan global ini akan masih berlangsung dan tidak mudah kalau sampai rata-rata Rp9.600 per US$,” tutur Wakil Menteri Keuangan Mahendra Siregar, Jumat (19/7/2013).
Jika rupiah terus melemah, defisit APBN yang saat ini dipatok Rp224,19 triliun atau 2,38% terhadap produk domestik bruto (PDB), berpotensi melebar. Memang, selama semester I/2013, realisasi defisit masih Rp54,5 triliun. Namun, sebagaimana diketahui, setiap rupiah terdepresiasi Rp100 terhadap dolar AS, maka defisit berpotensi bertambah Rp955,9 miliar-Rp1,24 triliun.
Kendati demikian, Mahendra menjamin depresiasi rupiah tak berpengaruh terhadap fiskal mengingat APBN memiliki sumber penerimaan maupun pengeluaran dalam bentuk dolar AS yang seimbang.
Pemerintah, lanjutnya, akan berusaha mempertahankan asumsi APBN-P dengan memperbaiki sejumlah permasalahan domestik, seperti kelancaran arus barang, efisiensi dan iklim investasi, untuk meraih kembali kepercayaan investor.
Pembenahan masalah domestik tidak hanya memperlancar arus ekspor dan impor untuk menyelamatkan neraca transaksi berjalan, tetapi juga memperbaiki distribusi barang di dalam negeri sehingga konsumsi masyarakat tetap tumbuh.