Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kenaikan BI Rate: Ekonomi Melambat, Rupiah Melempem

Bisnis.com,  JAKARTA—Bank Indonesia (BI) dinilai telah menempuh kebijakan yang salah dengan menaikkan suku bunga acuan [BI Rate] di tengah pelemahan ekonomi dalam negeri.

Bisnis.com,  JAKARTA—Bank Indonesia (BI) dinilai telah menempuh kebijakan yang salah dengan menaikkan suku bunga acuan [BI Rate] di tengah pelemahan ekonomi dalam negeri.

Purbaya Yudhi Sadewa, Kepala Ekonom Danareksa Research Institute, menilai kenaikan BI Rate seharusnya diterapkan jika lonjakan inflasi disebabkan oleh lonjakan di sisi permintaan [demand pull inflation].

Menurutnya, lonjakan inflasi saat ini lebih disebabkan oleh guncangan di sisi supply yang mengakibatkan kenaikan ongkos produksi sehingga menyebabkan terjadinya kenaikan harga.

Demand kita tidak bubble. Shock yang menyebabkan inflasi ada di sisi supply, jadi tidak ada gunanya BI menaikkan BI Rate,” jelasnya di Kemenko, Kamis (11/7).

 Di sisi lain, lanjutnya, kenaikan BI Rate justru akan mengerem laju pertumbuhan. Dia memperkirakkan pertumbuhan investasi kuartal III tahun ini lebih rendah dibandingkan dengan kuartal II.

Padahal, investasi menjadi salah satu penyokong pertumbuhan ekonomi sehingga perlambatannya ikut mengerem pertumbuhan ekonomi.

RUPIAH MELEMAH

Lebih lanjut, Purbaya mengatakan kenaikan BI Rate tidak akan berpengaruh terhadap penguatan rupiah. Justru sebaliknya, dia menilai rupiah akan menguat jika BI menurunkan BI Rate.

“Kenaikan BI Rate ini sulit menciptakan sentimen positif terhadap rupiah. BI seharusnya belajar di pengalaman 2008. BI Rate terus dinaikkan sejak Mei dan rupiah terus melemah. Waktu Desember BI Rate diturunkan, rupiah langsung menguat tajam,” ujarnya.

Menurutnya, kenaikan BI Rate memberikan sinyal kepada investor akan adanya pengetatan moneter. Akibatnya, banyak investor menarik modalnya keluar [capital outflow] karena timbul sentimen perlambatan ekonomi akibat pengetatan moneter itu. Penarikan modal keluar inilah yang menyebabkan pelemahan rupiah.

“Investor global itu tidak mencari keuntungan dari selisih bunga, tetapi return keuntungan tinggi akibat perekonomian yang bagus yang menarik bagi mereka,” ujarnya.

Menurutnya, fundamental ekonomi Indonesia belum cukup credible bagi Indonesia untuk menarik minat investor masuk melalui selisih bunga.

Seperti diketahui, dalam jangka waktu 1 bulan, BI telah menaikkan BI Rate dua kali, masing-masing sebesar  25 basis poin dan 50 basis poin sehingga level BI Rate saat ini menjadi 6,5% dari 5,75% pada Mei 2013.

Adapun, sejak kenaikan BI Rate yang pertama di 2013 pada 13 Juni lalu, rupiah masih cenderung melemah sebesar 47 poin menjadi Rp9.934/US$ dari kurs pada saat itu sebesar Rp9.887/US$.

Selain itu, cadangan devisa juga telah menurun sebesar US$14,7 miliar menjadi US$98,1 miliar pada akhir Juni dibandingkan dengan posisi akhir Desember 2012 sebesar US$112,8 miliar. Adapun, dalam sebulan terakhir, cadangan devisa turun US$7,05 miliar dari posisi akhir Mei sebesar US$105,15 miliar.

Salah satu faktor yang menyebabkan penurunan cadangan devisa adalah  intervensi BI di pasar valas demi menjaga pergerakan pelemahan rupiah sampai saat ini masih terjadi. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Hedwi Prihatmoko
Editor : Ismail Fahmi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper