BISNIS.COM, JAKARTA- Meski pada tahap awal usai pengambilalihan PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) pemerintah akan menjadikan Inalum 100% badan usaha milik negara (BUMN), pemerintah membuka peluang untuk menjadikan Inalum perusahaan terbuka.
Menteri Perindustrian M.S Hidayat mengatakan usai pengambilalihan Inalum 31 Oktober 2013, pemerintah akan menjadikan Inalum murni BUMN baru. Namun, pihaknya juga tidak menutup kemungkinan untuk menjadikan Inalum sebagai Perusahaan Terbuka.
“Untuk sementara 100 % BUMN, tapi kalau pengelola Inalum mau mengembangkannya dan pemerintah mau initial public offering (IPO), ya bisa ke depannya seperti itu,” kata Hidayat usai Rapat Kordinasi tentang Inalum di kantor Kemenko Perekonomian hari ini, Senin (8/7/2013).
Anggaran untuk pengembangan sangat dibutuhkan karena tim negosiasi pengambilalihan Inalum merekomendasikan agar pasca pengambilalihan, Inalum harus menambah kapasitas aluminium primer hingga 400.000 ton per tahun dengan kebutuhan investasi sekitar US$700 juta atau setara Rp7 triliun. Ditambah utuk diversifikasi aluminium alloy sekitar US$50 juta atau setara Rp500 miliar
Namun, hal tersebut belum akan dibicarakan secara intensif lantaran pemerintah masih fokus terhadap pengambilalihan Inalum. Saat ini, lanjut Hidayat, tim dari Indonesia baru saja menyamakan pendapat untuk mempersiapkan diri bernegosiasi kembali dengan pihak konsorsium Nippon Asahan Aluminium (NAA) pada 10 Juli 2013.
Pada 10 Juli nanti, Indonesia akan merespon keinginan pihak Jepang yang menginginkan perhitungan nilai aset sesudah revaluasi. Sementara Indonesia menginginkan sebelum revaluasi. Hal ini, menurut Hidayat, yang masih menjadi perdebatan antara kedua belah pihak.
“Kami akan tawar terus, kami berharap mereka bisa mengikuti angka yang kami harapkan,” ujarnya. Seminggu kemudian setelah tanggal 10 Juli, kedua belah pihak akan melakukan pertemuan kembali untuk menjawab keinginan dari pihak Indonesia.
Meski belum ada kesepakatan, Hidayat optimis pengambilalihan sisa saham Jepang di Inalum akan jatuh ke tangan Indonesia.
Adapun salah satu tugas dari Kementerian Perindustrian usai pengambilalihan adalah menyiapkan master plan untuk mengembangkan kawasan industri, mulai dari hulu hingga ke hilir di lokasi tempat berdirinya Inalum.
“Untuk kawasan industrinya kami yang menyiapkan master plannya, masih ada tanah tersisa kurang lebih 100 hektar yang bisa dimanfaatkan.”
Menko Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan negosiasi dengan pihak NAA berjalan on the track. Artinya, kedua belah pihak, baik NAA maupun Indonesia sepakat pada 31 Oktober 2013 seluruh saham Inalum akan kembali ke Indonesia.
“Yang belum mencapai titik temu adalah nilai assetnya, kompensansi yang disebutkan pada master agreement,” katanya.