BISNIS.COM, JAKARTA--Persatuan Perusahaan Air Minum Seluruh Indonesia meminta subsidi dari pemerintah terkait dengan kenaikan harga BBM dan tarif dasar listrik yang semakin menyeret kinerja Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM).
Ketua Dewan Pimpinan Pusat Persatuan Perusahaan Air Minum Seluruh Indonesia (Perpamsi) Syaiful mengatakan besaran subsidi tersebut dihitung berdasarkan selisih antara rerata ongkos produksi dengan rerata harga jual ditambah keutungan.
Saat ini, lebih dari 50% dari total 410 PDAM di Indonesia masih menggunakan BBM untuk mengoperasikan genset karena keterbatasan listrik, khususnya PDAM IKK (Ibu Kota Kecamatan).
“Mereka membeli BBM dan listrik dengan harga industri tapi menjual airnya dengan tarif sosial, ini kan sangat timpang,” jelasnya saat dihubungi Bisnis, Minggu (7/7).
Selain itu, bahan kimia yang dibutuhkan dalam proses pengolahan air seperti kaporit dan tawas juga sudah mengalami kenaikan karena adanya penyesuaian ongkos transportasi.
Syaiful menurutukan jika kondisi tersebut dibiarkan terus menerus maka akan berdampak pada kinerja PDAM yang mengancam pemberhentian pelayanan karena tidak ada alokasi anggaran untuk merawat aset perusahaan daerah tersebut.
Menurutnya, biaya operasional PDAM atas kenaikan harga BBM dan tarif TDL, meningkat hingga 15%-20%. Jika pemerintah tidak mau memberikan subsidi, satu-satunya jalan lain untuk mengkompensasi kenaikan harga BBM dan TDL yakni dengan menaikkan tarif. Akan tetapi cara tersebut dirasa sulit untuk dipenuhi.
Pasalnya 70% dari pelanggan PDAM merupakan MBR (masyarakat berpenghasilan rendah), sisanya menengah, premium, dan industri.
Di sisi lain, penaikan tarif PDAM juga harus disetujui oleh kepala daerah yang notabenenya juga memiliki kepentingan politik atas penentuan kebijakan untuk masyrakatnya.