Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

RUMAH BERSUBSIDI: Jabodetabek dan Balikpapan Perlu Penyesuaian Harga

BISNIS.COM, JAKARTA—Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) menilai biaya pembangunan rumah bersubsidi di beberapa daerah sudah sangat tinggi, sehingga perlu penyesuaian batas harga yang ditetapkan oleh pemerintah.

BISNIS.COM, JAKARTA—Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) menilai biaya pembangunan rumah bersubsidi di beberapa daerah sudah sangat tinggi, sehingga perlu penyesuaian batas harga yang ditetapkan oleh pemerintah.

Eddy Ganefo, Ketua Umum Apersi yang baru terpilih kembali, mengatakan harga tanah di beberapa kawasan sudah sangat tinggi saat ini.

"Terutama di kawasan Jabodetabek, seperti Karawang, harga tanahnya sudah sangat tinggi. Kondisi serupa juga terjadi di Balikpapan," katanya di Jakarta, Jumat (21/6/2013).

Sementara untuk lokasi lain di Indonesia, paparnya, masih bisa dijual dengan batas harga yang ditetapkan oleh pemerintah saat ini.

Dia mengatakan pada dasarnya Apersi tidak terlalu mendesak terjadinya kenaikan batas harga rumah bersubsidi, seperti yang diwacanakan oleh pemerintah. Eddy mengaku khawatir kenaikan tersebut mengakibatkan keterjangkauan masyarakat semakin rendah.

"Kalau Kementerian Perumahan Rakyat berencana menaikkan harga rumah bersubsidi, ya kita tidak menolak. Ada pangsa pasar lain yang akan kita sasar," lanjutnya.

Sebelumnya, Menteri Perumahan Rakyat Djan Faridz mengungkapkan akan menaikkan batas harga rumah bersubsidi akibat kenaikan tarif dasar listrik dan bahan bakar minyak.

Kenaikan tersebut rencananya akan diiringi dengan memperpanjang masa cicilan pembayaran kredit pemilikan rumah (KPR).

Untuk diketahui, saat ini batas harga tertinggi rumah bersubsidi ditetapkan berdasarkan zonasi, dengan kisaran harga Rp88 juta hingga Rp145 juta.

Ali Tranghanda, Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch (IPW), mengatakan tingkat kemampuan masyarakat menengah ke bawah untuk memperoleh rumah semakin rendah akibat kenaikan BBM saat ini.

Terlebih lagi, sambungnya, ada rencana pemerintah untuk menaikkan batas harga rumah bersubsidi. "Bagi masyarakat kelas menengah-bawah, kalau harga (rumah) naik, BBM naik, sampai kapan backlog (kekurangan rumah) bisa terkejar?" tambahnya.

Rencana pemerintah untuk memperpanjang masa cicilan pembayaran kredit pemilikan rumah bersubsidi menjadi 20 tahun sampai 25 tahun, jelasnya, tidak serta-merta dapat meringankan beban masyarakat untuk mencicil rumah.

“Katanya itu akan membatu masyarakat dalam melakukan pembelian. Itu aneh. Sama saja bohong, karena harga tetap naik. Kalau sampai dinaikkan, itu keputusan yang konyol,” katanya.

Dia menilai rencana tersebut merupakan keputusan yang salah dan bersifat populis semata. Kemenpera, ungkapnya, seharusnya dapat memastikan penyediaan rumah tanpa harus menaikkan batas harga rumah tersebut.

Menurutnya, target pemenuhan rumah sulit terpenuhi jika pemerintah tidak memiliki persediaan tanah atau landbank. Keberadaan badan tersebut sangatlah penting untuk menjaga harga rumah tetap terjangkau.

“Pemenuhan rumah adalah kewajiban pemerintah. Pengembang sebagai pihak swasta hanyalah membantu. Saat ini posisinya malah terbalik, pengembang malah didorong sebagai pemenuh target utama. Pola pikir ini keliru sejak awal,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Fatia Qanitat
Editor : Fatkhul Maskur

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper