BISNIS.COM, JAKARTA--Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) meminta Mahkamah Agung (MA) segera menyelesaikan kasus bioremediasi PT Chevron Pacific Indonesia yang saat ini ditangani Pengadilan Tinggi Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.
Menteri ESDM Jero Wacik melalui suratnya No. 4298/06/MEM.S/2013 meminta Ketua MA segera menyelesaikan kasus bioremediasi. Alasannya, kasus yang menimpa anak usaha Chevron Corporation itu telah memunculkan kegelisahan dan ketidakpastian hukum pada industri migas nasional.
Surat yang ditandatangani pada 5 Juni oleh Wacik itu juga menyebutkan kasus tersebut telah mengancam penerimaan negara dari sektor migas. Apalagi, penyelesaian permasalahan tersebut telah menyimpang dari kelaziman praktek penggantian biaya dalam kontrak bagi hasil (production sharing contract/PSC) yang seharusnya diproses secara perdata.
Selain itu, Wacik melaporkan kasus itu kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) melalui surat No. 3709/19/MEM.S/2013. Dalam surat itu Wacik menegaskan pelanggaran dalam pelaksanaan bioremediasi merupakan pelanggaran kontrak dan diselesaikan melalui mekanisme kesepakatan yang telah ditentukan dalam kontrak.
Surat itu juga mengusulkan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) akan melakukan audit kembali terhadap proyek itu. Selain itu, Kementerian Lingkungan Hidup juga akan memberikan laporan pelaksanaan bioremediasi yang dilakukan CPI pada 2008 hingga 2010 kepada BPKP.
Hamid Batubara, Presiden Direktur Chevron Pacific Indonesia saat rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR menyebutkan kasus bioremediasi telah berdampak luas pada operasi perusahaannya. Salah satunya, saat ini pegawainya dan kontraktor enggan melakukan pengelolaan limbah sisa pengeboran, karena khawatir terjerat pidana.
Akibatnya, CPI terancam menghentikan kegiatan operasinya, karena tidak ingin menyalahi aturan mengenai pengelolaan limbah dalam proses produksi minyak dan gas bumi (migas) di dalam negeri. padahal, pengelolaan limbah menjadi unsur terpenting dalam produksi migas agar menjamin keamanan lingkungan.
“Secara keseluruhan kasus ini [bioremediasi] telah memunculkan distraksi bagi pegawai dan kontraktor kami. Ini tentu mengancam operasi kami, karena kami tidak ingin menyalahi aturan dalam pengelolaan limbah sisa kegiatan produksi migas,” katanya.
Sementara Direktur Indonesia Petroleum Association Muhammad Husen mengatakan pelaku industri migas saat ini merasa tidak terlindungi oleh hukum yang ada. Padahal, kasus yang menimpa CPI tersebut memiliki banyak kejanggalan. Untuk itu, IPA akan terus memberikan pemahaman mengenai industri migas agar tidak muncul lagi kasus serupa.
“Kasus ini sangat serius, karena pelaku industri migas merasa tidak terlindungi. Kami akan memberikan pemahaman melalui keterangan ahli mengenai industri migas, agar semua pihak mengerti dan memiliki pemikiran yang jernih,” ungkapnya.