BISNIS.COM, JAKARTA – PT Perusahan Listrik Negara (Persero) mengakui tidak keberatan dengan usulan pemerintah untuk menetapkan batas atas harga dari pembangkit listrik tenaga uap sebesar 11 sen–30 sen dolar AS.
“Kami nurut saja. Kami tidak memberi usulan, hanya memberi tahu saja, bahwa tarif listrik saat ini 9 sen dolar AS. Pemerintah kan ada strategi sendiri untuk energi baru,” kata Direktur Utama PLN Nur Pamudji di Jakarta, Kamis (11/6/2013).
Batas atas harga yang ditetapkan oleh pemerintah tersebut berdasarakan entalpi. Artinya, berdasarkan kandungan energi dalam uap. Sumber uap yang memiliki kandungan energi rendah akan menghasilkan daya kecil. Sehingga tarif yang diberikan tinggi.
Adapun sumber yang memiliki entalpi tinggi, harga cenderung murah karena untuk membangun pembangkitnya juga tidak memerlukan biaya yang tinggi.
Beberapa wilayah yang menggunakan pembangkit bertenaga diesel akan diganti dengan PLTP. Namun, Nur mengatakan tidak semua wilayah. Di Kalimantan, misalnya, pasokan energi yang digunakan adalah batu bara. "Ini tidak dilihat dari segi kualitas, tetapi hanya dari segi harga."
Persero akan tetap membeli jika ada lelang dan harga final. Selama ini, pemerintah daerah merupakan pemegang dalam aturan lelang pembangkit.
Dalam kegiatan ini, PLN tidak terlibat. Hasil lelang tersebut bersifat surat penugasan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Setelah itu, pemerintah menyerahkan kepada PLN untuk membuat kontrak berdasarkan harga yang telah disepakati.
Terkait dengan pembiayaan PLN, Nur mengakui memang memprioritaskan berhutang untuk investasi. Sifat dari hutang ada yang dari investor langsung, ada pula yang berasal dari sub load agreement Artinya, pemerintah yang berhutang tetapi nanti akan diteruskan oleh PLN.
Dalam pembiayaan, misalnya proyek Fast Track Program kedua (FTP II) PLN menggunakan jaminan utang Surat Jaminan Kelayakan Usaha (SJKU). Penetapan SJKU ini berbeda dengan jaminan FTP I yang berasal dari pemerintah. Menurut Nur, utang masih dinggap sehat jika kreditor masih percaya pada perseroan. Salah satu hal yang tidak bisa diprediksi seperti pergerakan dolar.
Penetapan SJKU ini lebih menguntungkan pihak PLN. Sistem ini menjamin perseroan dalam kelayakan usaha dalam membayar utang. Dia mengatakan, penguatan kurs dolar beberapa hari ini tidak akan mempengaruhi perseroan untuk menjadwalkan ulang pembayaran utang.
Dia tetap optimis untuk bisa membayar tepat waktu. Untuk mengurangi utang, kemampuan pembelian listrik di dalam negeri harus ditingkatkan. Misalnya tidak ada subsidi, sehingga tarif listrik tinggi. Jika tarif tinggi, kemampuan PLN berinvestasi akan lebih besar dan menggunakan dana dari konsumen sendiri.