BISNIS.COM, JAKARTA- Kementerian Perindustrian tengah meneliti penyebab tingginya impor baja alloy (baja paduan) yang terus meningkat setiap tahunnya.
Direktur Jenderal Basis Industri Manufaktur Kementerian Perindustrian Panggah Susanto mengatakan pihaknya tengah menyusun roadmap industri logam dasar yang bertujuan melindungi pasar dalam negeri. Salah satu yang menjadi fokus dalam roadmap tersebut adalah tren impor baja alloy yang terus meningkat sangat drastis.
Berdasarkan catatan Kemenperin, pada 2009, impor baja alloy hanya sekitar 110.000 ton/tahun. Namun, pada 2012 sudah melonjak hingga 320.000 ton/tahun. “Padahal, baja alloy itu pemakaiannya spesial, bukan seperti baja-baja non paduan seperti HRC atau CRC, kemudian baja siku yang untuk konstruksi. Jadi agak aneh kalau impornya besar sekali,” ucapnya.
Menurutnya, baja alloy memiliki spesifikasi khusus dengan penambahan unsur tertentu dan melalui treatment yang khusus pula.
Lantaran kekhususan tersebut makanya pemerintah memberikan bea masuk 0 % untuk impor baja alloy. Sedangkan impor baja non paduan biasanya dikenakan bea masuk sekitar 5%-12,5%. Namun, kebijakan pemerintah itu banyak disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
Kini, pihaknya dari tim kemenperin bersama pada akademisi dan asosiasi tengah melakukan penelitian untuk menjawab masalah tersebut.
“Apakah melonjak ini gara-gara ada pengalihan HS dengan menambahkan unsur tertentu yang sebenarnya bukan kriteria alloy atau bagaimana untuk menghidari bea masuk. Kami sedang teliti,” ungkapnya. Menurutnya, baja alloy biasa digunakan untuk industri otomotif dan elektronik yang menggunakan baja khusus.