BISNIS.COM, JAKARTA--Satuan Kerja Khusus Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) meminta PT Chevron Pacific Indonesia menjaga produksi migasnya tetap sesuai dengan rencana kerja dan anggaran (work program and budgeting/WP&B) tahun ini.
Wakil Kepala SKK Migas Johanes Widjonarko mengatakan pihaknya akan menyiapkan semua hal yang diperlukan agar Chevron tetap menjaga produksinya. Alasannya, hingga saat ini 40% dari total produksi migas dalam negeri disumbangkan oleh perusahaan asal Amerika Serikat itu.
“Kami meminta Chevron agar tetap bekerja seperti semula. Kami akan terus mengimbau dan memberikan dukungan apa saja yang diperlukan [untuk menjaga produksinya], termasuk memberikan kepastian,” katanya di Jakarta, Rabu (8/5/2013).
Widjonarko mengungkapkan setidaknya Rp400 miliar per hari dari total pendapatan sektor migas yang sebesar Rp1 triliun per hari berasal dari Chevron. Karenanya, SKK Migas berharap kasus bioremediasi yang dihadapi perusahaan saat ini tidak mempengaruhi investasi dan produksi migasnya.
Seperti diketahui, dalam WP&B tahun ini Chevron menganggarkan US$3 miliar untuk memproduksi minyak sebanyak 320.000 barel per hari.
Widjonarko menyebutkan kasus bioremediasi yang menimpa Chevron sangat berpengaruh kepada iklim investasi sektor hulu migas. “Hampir semua KKKS [kontraktor kontrak kerja sama] memperhatikan kasus ini. Mereka khawatir hal yang sama menimpa mereka, padahal semuanya sudah dijalankan sesuai aturan,” ungkapnya.
Untuk itu, SKK Migas akan memberikan kepastian usaha bagi investor yang ingin menggarap blok migas di dalam negeri. Selain itu, pihaknya akan mengoptimalkan mekanisme koreksi dan audit yang dilakukan pada saat KKKS mengajukan usulan program kerja.
Lukman Mahfudz, President Indonesian Petroleum Association (IPA) mengatakan kasus yang menimpa Chevron itu akan menjadi bahan pertimbangan bagi perusahaan migas besar yang ingin berinvestasi di dalam negeri.
“Tentu ini [kasus bioremediasi] akan berpengaruh kepada investasi dari perusahaan besar, karena kedepannya mereka pasti ingin melakukan investasi yang lebih aman dan ada kepastian. Padahal, saat ini Chevron salah satu KKKS yang melakukan eksplorasi terbesar dan kita sedang membutuhkan eksplorasi untuk menjaga cadangan migas,” jelasnya.
Lukman mengungkapkan dalam sistem kontrak bagi hasil (production sharing contract/PSC) sebenarnya sudah ada tata kelola berupa kontrak antara KKKS dengan SKK Migas yang mewakili Pemerintah. Dalam tata kelola tersebut juga disebutkan mekanisme koreksi dan audit terhadap program kerja yang telah diajukan.
Sementara itu Senior Vice President Strategic Business Support PT Chevron Pacific Indonesia Yanto Sianipar mengatakan untuk sementara perusahaan akan tetap melakukan investasi seperti yang tercantum dalam WP&B tahun ini. Akan tetapi, kedepannya Chevron akan mengevaluasi dan lebih berhati-hati dalam melakukan investasi.
“Untuk sementara kami akan tetap investasi. Tetapi tentu kami akan melihat kedepannya, apakah isu ini menjadi penting dan berpengaruh pada iklim investasi di Indonesia,” katanya.
Menurutnya, perusahaan tidak mendapat kepastian hukum, meskipun telah menjalankan seluruh aturan dan regulasi yang berlaku. Padahal, industri migas merupakan industri yang membutuhkan modal besar dan memiliki risiko yang juga besar.
Sebelumnya, majelis hakim kasus dugaan bioremediasi fiktif PT Chevron Pacific Indonesia menjatuhkan vonis 5 tahun penjara dan denda Rp200 juta, subsider 2 bulan kurungan kepada Direktur PT Green Planet Indonesia Ricksy Prematuri. Selain itu Hakim juga mewajibkan Green Planet membayar uang pengganti senilai US$3,089 juta. (ra)