BISNIS.Com, JAKARTA-Inilah sebabnya Standard & Poor's (S&P) menurunkan prospek peringkat utang Indonesia menjadi 'stabil' dari 'positif' selain karena pemerintah dinilai terus menunda rencana penaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.
S &P beralasan beberapa faktor yang membuat ia melakukan hal itu:
Pertama, progres yang lambat dalam pemulihan infrastruktur
Kedua, ketidakpastian hukum dan regulasi
Ketiga, hambatan birokrasi, telah mengurangi potensi pertumbuhan Indonesia.
"Semua faktor itu menghambat agenda pengentasan kemiskinan dan pembangunan ekonomi," kata S&P dalam keterangan yang disampaikan melalui laman resminya pada Kamis (2/4/13).
Lembaga pemeringkat utang internasional itu mengatakan pihaknya baru akan memperbaiki profil surat utang negara (SUN) Indonesia jika pemerintah telah merealisasikan rencana reformasi subsidi BBM.
"Kami mungkin akan menaikkan peringkatnya jika reformasi, seperti rasionalisasi subsidi, berhasil mengurangi kerentanan fiskal dan eksternal secara berkelanjutan," kata S&P.
SUN Indonesia hanya disematkan 'BB+', yang merupakan level peringkat 'junk' tertinggi yang S&P. Padahal, Fitch Rating Ltd. dan Moody's Investors Services telah menganugerahkan investment grade masing-masing pada Desember 2011 dan Januari 2012. (ln)