BISNIS.COM, JAKARTA – Pemerintah diminta tak ragu menerapkan mekanisme tarif impor untuk meningkatkan daya saing produk hortikultura lokal daripada mengatur pemasukan beberapa komoditas.
Ketua Serikat Petani Indonesia (SPI) Henry Saragih mengatakan tarif akan membuat harga produk impor lebih mahal ketika sampai di dalam negeri sehingga produk lokal mampu bersaing dari segi harga.
Menurutnya, sejumlah produk yang dibebaskan dari tata niaga sebetulnya tetap memiliki substitusi di dalam negeri, tetapi terkendala perubahan musim.
Dia berpendapat mekanisme tarif lebih sederhana ketimbang pemerintah mengatur impor beberapa produk yang kemudian dianulir kembali karena pelaksanaannya yang rumit.
“Jadi sebetulnya silakan saja impor kubis, tapi kenakan saja tarif yang menurut kita tinggi, bisa membuat kubis kita bertahan dan bisa bersaing dengan impor kubis dari luar negeri,” katanya, Kamis (25/4).
Sejumlah kalangan menilai mekanisme tarif bertolak belakang dengan komitmen liberalisasi tarif sebagai konsekuensi Indonesia menjalin kerja sama perdagangan regional, misalnya dalam konteks Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015.
Namun, Henry berpendapat pemerintah Indonesia bersama negara lain di Asean masih memiliki waktu untuk meninjau ulang mengingat negara lain, seperti Thailand dan Vietnam, sebetulnya menangkap potensi kerugian, khususnya di sektor pertanian, jika liberalisasi tarif diterapkan.
Dia menuturkan tarif impor justru akan mampu memacu produksi dalam negeri untuk menyubtitusi produk hortikultura asal luar negeri. Dia memberi contoh, sejak buah impor langka, buah Nusantara memenuhi pasar, seperti sawo manila dan kokosan.
Henry optimistis produk lokal mampu menyubtitusi produk impor dalam tiga tahun jika pemerintah serius memacu produksi dalam negeri. (if)