Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

LEGALITAS KAYU: Penerapan SVLK Tingkatkan Impor Bahan Baku Kertas

BISNIS.COM,JAKARTA--Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia khawatir penerapan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu yang bersifat searah akan meningkatkan impor bahan baku kertas dan bubur kertas dari China akibat disparitas harga dan kemudahan skema.Wakil Ketua

BISNIS.COM,JAKARTA--Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia khawatir penerapan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu yang bersifat searah akan meningkatkan impor bahan baku kertas dan bubur kertas dari China akibat disparitas harga dan kemudahan skema.

Wakil Ketua Umum II Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI) Rusli Tan mengungkapkan sebagian pengusaha lebih suka menggunakan bahan baku impor karena tidak harus memiliki sertifikat V-legal dari Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) sehingga memudahkan proses ekspor barang jadi.

Menurutnya, kewajiban memiliki SVLK membuat proses ekspor terhambat karena barang turunan seperti kertas dan tisu juga dimintai SVLK tersendiri meski bahan bakunya telah bersertifikat SVLK. Imbasnya beberapa barang ekspor tertahan di pelabuhan.

"APKI tidak bisa mengadvokasi pabrik kertas yang menjadi anggotanya saat produknya tertahan karena SVLK. Padahal kalau pakai bahan baku dari luar negeri tidak perlu pakai SVLK. Maka pabrik kertas tidak mau lagi pakai SVLK. Jadi APKI tidak bisa meminta pabrik kertas untuk pakai SVLK karena yang terjadi produknya tertahan," terangnya (19/4).

Rusli mengungkapkan selama ini Indonesia telah mengimpor tak kurang dari 5.000 ton bahan baku kertas dari China dan India. Jumlah bahan baku impor tersebut terus meningkat hingga diperkirakan mencapai 15.000 ton setiap bulannya.

Padahal produksi bubur kertas domestik mencapai 6 juta ton per tahun, atau sekitar 500.000 ton per bulannya. Artinya jika impor mencapai 150.000 ton setara dengan 30% produksi dalam negeri.

Sekretaris Jenderal Kementerian Kehutanan Hadi Daryanto mengungkapkan impor kayu dari RRC memang terus meningkat. Namun, dia menilai hal tersebut seharusnya tidak menjadi masalah karena produk yang diimpor adalah pasokan yang tidak dapat diperoleh di dalam negeri.

"Kalau yang masuk dari China itu meranti, tentu harus diawasi karena sama dengan produk di dalam negeri, tetapi kalau yang masuk ini poplar tentu beda produknya," ujarnya (22/4).

Namun,  dia menilai sistem yang setara dengan SVLK sudah semestinya diterapkan segera bagi kayu-kayu yang akan masuk ke Indonesia. Bahkan, menurutnya, saat ini China bersama Thailand tengah mempelajari sistem tersebut ke Indonesia.

Hadi juga mengingatkan meskipun kayu impor tidak bersertifikat v-legal melalui SVLK, otoritas tetap mewajibkan kejelasan asal-usul kayu sebagai jaminan legalitas kayu tersebut.

"Karena jangan-jangan itu kayu laundering, fitebang di negara kita sebenarnya, lalu dibawa ke sana, atau ke negara tetangga, terus kita impor lagi," ungkapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Sumber : Rika Novayanti
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper