BISNIS.COM, JAKARTA—Pemberlakuan pajak barang mewah terhadap impor alat kesehatan dinilai memberatkan masyarakat sehingga pemprov DKI menginginkan untuk dicabut.
Wakil Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama menyatakan warga DKI banyak yang menggunakan alkes impor dengan pajak mencapai diatas 30%. Kondisi ini kemudian memicu mahalnya biaya rumah sakit, otomatis dampaknya rumah sakit dalam negeri kalah bersaing dengan negara tetangga.
“Anda mau pasang pen, ring jantung di kita mahal banget. Barang mewah apaan itu? itu buat kesehatan kita pingin murah,” katanya, Rabu (17/4/2013).
Mengenai usulan pencabutan pajak barang mewah ini, sambung Ahok, bisa menjadi bagian kompensasi terkait rencana penaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Mantan Bupati Belitung Timur tersebut juga sudah menyampaikan kepada Menteri Koordinator Kesejahteraan rakyat dan Menteri Perdagangan.
Harapan masyarakat dengan penghapusan pajak barang mewah bisa mendapat layanan harga alat kesehatan murah sekaligus mencegah warga Indonesia berobat di luar negeri. “BBM setuju naik, tetapi ada catatan saya minta kompensasi pencabutan pajak impor alat kesehatan dihilangkan.”
Pembebasan pajak barang mewah terhadap alat kesehatan diproyeksikan agar rumah sakit besar khususnya di Jakarta mampu bersaing dengan rumah sakit negara lain dalam hal pelayanan, fasilitas dan harga.
Salah satu upaya yang akan dilakukan dengan memperbaiki gaji perawat dan dokter mendekati Rp10 juta lebih tinggi dari gaji sopir Transjakarta yang mencapai Rp7,5 juta.
Menurut Ahok, pelayanan RS di DKI harus menjadi contoh bagi daerah lain yang tahun depan melalui program Kartu Jakarta Sehat (KJS) sebagai embrio penerapan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) Februari 2014.
Oleh karena itu sebanyak 153 rumah sakit DKI harus terakreditasi atau kunci dalam pelayanan kesehatan baik dokter, masyarakat sebagai pasien dan RS sebagai manajemen, Selain itu sistem akreditasi yang baru menekankan keselamatan pasien (pasien safety).
Sayangnya saat ini baru 49,6% rumah sakit atau 67 RS yang terakreditasi, sementara sisanya 87 RS akan diupayakan memiliki standar akreditasi RS versi 2012 sehingga akhir tahun 2013.
“Jadi nanti tidak ada lagi orang Indonesia yang mengatakan Singapura dan Malaysa lebih bagus. Kalau di Penang saya masih bisa terima,” terang Ahok.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan DKI Dien Emawati mendukung usulan penghapusan pajak barang mewah terhadap impor alat kesehatan. Kalau pajak barang mewah bisa dibebaskan atau dikurangi, ujar Dien, tentu bakal meringankan biaya orang sakit bagi penduduk Jakarta sekaligus menyelamatkan banyak nyawa.
Dicontohkannya, sebuah ring jantung harganya per unitnya berkisar antara Rp15 juta – Rp20 juta yang cukup memberatkan. Orang akan berpikir mengeluarkan dana sebesar itu untuk operasi. Menurut Dien, dengan pajak barang mewah ini bisa masih lebih murah ketimbang rumah sakit di Singapura. “Singapura karena pakai dollar fee nya juga lebih mahal.”
Dien menjelaskan sebenarnya seperti India sudah bisa memproduksi alat kesehatan seperti pen dan ring jantung sendiri sehingga bisa menekan harga alkes lebih murah.
Tetapi untuk memproduksi alat kesehatan sendiri di Indonesia merupakan kebijakan pemerintah pusat. Kalau kebijakan diubah kemungkinan bisa terealisasi. “Kalau biaya tinggi, orang juta mikir pasang ring jantung,” terang Dien.
Direktur Medis & Layanan Pendukung RS MRCCC Siloam Melissa Luwia mengakui alat kesehatan sebagian besar masih impor termasuk obat obatan kanker. Pihaknya sepakat apabila pajak barang mewah alat kesehatan dan obata obatan impor dihapus.
Menurutnya, perusahaan di Indonesia belum ada yang memproduksi alat kesehatan sehingga perlu ada kebijakan pemerintah. Alkes produksi dalam negeri cuma alat yang rutin dipakai seperti alat suntik. “Ya masih impor, di Indonesia belum ada. Kami berharap pak wagub bisa mengupayakan penghapusan pajak,” terangnya.
Terpisah, Pengamat Pajak dari Universitas Pelita Harapan Roni Bako menjelaskan pajak barang mewah tidak bisa dicabut begitu saja. Tetapi bisa dialihkan pajak barang mewah menjadi tanggungan negara agar beban pembelian alat kesehatan lebih ringan.
Menurutnya, pajak barang mewah antara 10% - 30% tetapi untuk alat kesehatan impor bisa lebih karena harus ada bea masuk dan biaya lain lain sebelum sampai user. “Kalau pajak barang mewah dicabut tidak bisa, karena alat kesehatan barang impor bisa ditanggung negara,” terangnya.
Sejauh ini peraturan pajak barang mewah, sambung Roni juga tidak jelas sehingga perlu dikritisi terkait jenis dan sepesifikasinya.