Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

KREDIT HORTIKULTURA: Harus Ada Perbaikan Sistem

BISNIS.COM, JAKARTA--Rencana Bank Indonesia menggenjot kredit di sektor hortikultura harus disertai dengan perbaikan sistem peminjaman.

BISNIS.COM, JAKARTA--Rencana Bank Indonesia menggenjot kredit di sektor hortikultura harus disertai dengan perbaikan sistem peminjaman.

Ketua Dewan Hortikultura Nasional Benny Kusbini mengatakan sektor hortikultura masih menjadi anak tiri saat ini.

"Sekarang CPO dianakemaskan, sedangkan sektor hortikultura dianggap remeh karena yang mengerjakan rakyat kecil," ujarnya, Senin (1/4/2013).

Seperti diketahui, Bank Indonesia berencana menerapkan rasio loan to value ke sektor pertanian. Saat ini, kredit pertanian dinilai terlalu timpang karena sebagian besar dialokasikan untuk perkebunan kelapa sawit.

Data Bank Indonesia menyebutkan, kredit sektor pertanian per Februari 2013 mencapai Rp149,7 triliun. Sekitar Rp95 triliun, atau setara dengan 63,5% kredit pertanian disalurkan ke perkebunan kelapa sawit, sedangkan kredit untuk sektor hortikultura hanya mencapai Rp843 miliar, atau setara dengan 0,56%.

Benny menilai kecilnya kredit hortikultura disebabkan banyaknya peraturan kredit yang tidak sesuai dengan sektor ini. Salah satu contohnya adalah sistem pengembalian pinjaman yang tidak memperhatikan pola tanam.

Kredit hortikultura, lanjutnya, harus diatur berdasarkan grass period (musim tanam). Benny mencontohkan produksi buah-buahan baru bisa menghasilkan di tahun ke-5 setelah penanaman.

"Sekarang pinjam, minggu depan harus mulai bayar bunga bank. Padahal untuk bertanam ada tenggang waktu," ungkapnya.

Untuk menyiasati grass period, pemerintah bisa memberikan subsidi bunga. Selain itu, lanjutnya, pemerintah perlu menyediakan asuransi kredit untuk menyakinkan perbankan agar mau memberikan pinjaman bagi pelaku sektor hortikultura.

Benny menambahkan rencana pemerintah mengembangkan kredit untuk sektor pertanian selalu bagus di atas kertas, tetapi sulit diimplementasikan. Pasalnya, perbankan sebagai pihak ketiga masih enggan memberikan kredit ke sektor pertanian karena risikonya yang tinggi.

"Bank itu kan pihak ketiga, kalau ada kredit macet siapa yang tanggung? pemerintah harus mengasuransikan kredit tersebut," imbuhnya.

Hambatan lain yang dinilai menjadi penyebab minimnya kredit sektor hortikultura adalah sistem agunan. Berdasarkan amatannya, petani hortikultura yang sebagian besar merupakan petani kecil kesulitan menyediakan agunan.

"Pelaku usaha kecil dan menengah lebih susah dapat kredit. Mau pinjam Rp100 juta harus punya nilai agunan Rp150 juta, kalau pelaku usaha skala besar cuma butuh personal guarantee. Mindset ini harus diubah," ujarnya. (faa)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : M. Kholikul Alim
Editor : Others
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper