Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

INDUSTRI REKAMAN VIDEO: Pemerintah Dituding Menyerah Pada Pembajak

BISNIS.COM,JAKARTA --Pemerintah dituding membiarkan produk rekaman video bajakan menguasai pasar dan terkesan berpihak pada para pembajak, sebaliknya mempersulit  dan menghambat produk legal. 

BISNIS.COM,JAKARTA --Pemerintah dituding membiarkan produk rekaman video bajakan menguasai pasar dan terkesan berpihak pada para pembajak, sebaliknya mempersulit  dan menghambat produk legal. 

"Pemerintah menyerah pada pembajakan. Pembajak kalahkan pemerintah. Pasar rekaman video benar-benar dikuasai produk bajakan," ujar Wihadi Wiyanto, Ketua Umum Asosiasi Industri Rekaman Video Indonesia (Asirevi), dalam keterangan resmi, Kamis (28/3).

Jika terus dibiarkan, sambungnya, tanpa ada keberpihakan kepada pengusaha resmi, tidak ada lagi produk legal dan kontribusi kepada pajak negara. Semua industri rekaman video akan tutup dan di pasar sepenuhnya akan dikuasai produk bajakan.

Anggota Asirevi kini tinggal 10 perusahaan dan hanya tiga yang aktif. Sebelumnya, anggota Asirevi sebanyak 54 perusahaan.

Hal sama juga terjadi pada keberadaan anggota Asosiasi Industri Video Indonesia (Aivi) yang kini juga tinggal sembilan perusahaan dan hanya tiga perusahaan yang rutin memproduksi rekaman video.

Salah satu masalah pelik yang dihadapi industri rekaman video dalam beberapa tahun terakhir ini, ujar Wihadi, soal distribusi produk legal yang terganjal oleh pengadaan striker lunas pajak pertambahan nilai (PPn) dari Ditjen Pajak Kementerian Keuangan.

Striker lunas PPn untuk produk rekaman video legal sulit diperoleh anggota Asirevi dengan alasan dari Ditjen Pajak sudah melebihi kuota.

“Ini jelas tidak mendukung kami. Bayangkan saja, rentang waktu pengadaan stiker lunas yang kami ajukan kepada Ditjen Pajak bisa 3-4 bulan sejak pemesanan. Jadi, sepanjang waktu itu, produsen tidak bisa mengedarkan ke masyarakat. Sebab tidak ada stiker lunas,” ungkap Wihadi.

Padahal, sambungnya, sesuai dengan ketentuan SK Menkeu No.86/2002 striker lunas PPn bisa diperoleh dalam rentang 2 minggu.

Menurutnya, ketidakjelasan pendistribusian itu menimbulkan kerugian, baik kepada negara maupun produsen.
 
Dalam 4  tahun belakangan ini, sejak 2009 hingga 2012 pendapatan negara atas PPn produk VCD/DVD original turun drastis.

Berdasarkan data Asirevi dan Aivi,  pembelian stiker lunas dari Dirjen Pajak pada 2009 mencapai Rp14,1 miliar, turun menjadi Rp13, 51 miliar pada 2010, turun lagi pada 2011 sekitar Rp 10,79 miliar, dan anjlok hanya Rp 6,9 miliar pada 2012.
 
Menurut  Wihadi, penyebab penurunan jumlah setoran PPn atas stiker lunas tersebut, bukan semata-mata industri VCD/DVD original lesu akibat maraknya bajakan. Namun, pokok masalah adalah pengadaan barang cetakan stiker, atau pendistribusian dari Ditjen Pajak kepada produsen.
 
Para produser pun, lanjutnya, tak berani mengambil resiko untuk mendistribusikan produknya tanpa stiker lunas Ppn ke agen-agen di seluruh Indonesia. Begitu juga distributor atau agen VCD/DVD original, dapat dipastikan menolak produk tersebut, apalagi diperdagangkan kepada konsumen. Takut dituduh menjual produk bajakan.
 
Dia menjelaskan  masalah peredaran VCD/DVD original ke masyarakat diatur dalam perundangan, mulai dari ketentuan penyensoran oleh lembaga sensor film (LSF), hingga tata cara pendistribusian ke tengah masyarakat. Yakni, SK Menteri Keuangan No.86/KMK.03/2002 tentang Tata Cara Penggunaan Stiker Dalam Pemungutan dan Pelunasan, Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Produk Rekaman Gambar.  Jika dilanggar, para pelanggarnya bukan saja terkena sanki pidana, tapi juga hukuman denda.
 
“Sebagai produser VCD/DVD original, kami tak ingin berurusan dengan hukum. Tapi, persoalannya, kami ini dihadapi oleh kinerja Ditjen Pajak yang kurang profesional. Kami disuruh menunggu sampai berbulan-bulan. Pemerintah jelas tak dirugikan, tapi kami para produsernya, berapa besar kerugian yang diderita sepanjang penantian. Itu artinya pemerintah mematikan usaha kami,” tegasnya.
 
Dia menambahkan persoalan keterlambatan pendistribusian stiker PPn kepada anggota Asirevi sudah berkali-kali menegur Ditjen Pajak. Namun,  selalu ditanggapi kurang serius dengan berbagai macam alasan yang tidak logis.
 
"Anggota Asirevi dan Aivi meminta kepada Menteri Keuangan dapat memberikan solusi kepada para pelaku industri. Kami minta Menteri Keuangan merintahkan Ditjen Pajak agar meningkatkan kinerjanya di dalam melayani pengambilan stiker lunas PPn jika aturan itu masih dijalankan dan tidak diubah," ujar Wihadi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Others
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper