Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

SUBSIDI BBM: Pemotongan Anggaran Kementerian Dinilai Kontraproduktif

BISNIS.COM, JAKARTA--Opsi pemotongan anggaran belanja Kementerian/Lembaga sebagai respon atas prognosis membengkaknya subsidi BBM dinilai sebagai langkah kontraproduktif.Ekonom Universitas Indonesia Lana Soelistianingsih menuturkan belanja kementerian/lembaga

BISNIS.COM, JAKARTA--Opsi pemotongan anggaran belanja Kementerian/Lembaga sebagai respon atas prognosis membengkaknya subsidi BBM dinilai sebagai langkah kontraproduktif.

Ekonom Universitas Indonesia Lana Soelistianingsih menuturkan belanja kementerian/lembaga justru harus didorong karena menimbulkan multiplier efek terhadap perekonomian domestik.

"Belanja K/L justru harus didorong, bahkan naik karena bisa menimbulkan efek produksi lanjutan," ujarnya saat dihubungi Bisnis, Minggu (17/03/2013).

Hal tersebut diungkapkan Lana menanggapi wacana Menteri Keuangan Agus D.W. Martowardojo yang akan membuka opsi pemotongan belanja K/L guna mengkompensasi dampak fiskal dari pembengkakan pagu subsidi BBM yang tahun ini ditetapkan sebesar Rp193,8 triliun. Pos belanja yang akan dipangkas a.l. belanja barang dan belanja sosial.

Pemangkasan anggaran belanja K/L dengan alasan serupa pernah dilakukan pemerintah dalam penyusunan APBN-P 2012. Pada saat itu, besaran pemotongan anggaran bervariasi antara 5-15% dari total belanja masing-masing K/L.

Kendati sudah dipotong, realisasi penyerapan belanja K/L pada akhir tahun 2012 tetap mengecewakan, yakni hanya Rp479,3 triliun atau 87,5% dari pagu Rp547,9 triliun yang ditetapkan dalam APBN-P 2012.

Lana menuturkan APBN tidak memperbolehkan realokasi anggaran dari belanja K/L ke subsidi BBM. Dibandingkan menerapkan opsi pemangkasan anggaran belanja K/L, Lana mendorong pemerintah untuk berani menaikkan harga BBM bersubsidi. Hal tersebut diproyeksi dapat menjaga tingkat defisit APBN seperti yang ditetapkan, yakni 1,65% terhadap PDB.

"Dibandingkan relokasi untuk BBM subsidi yang hanya menghasilkan polusi dan kurang produktif, jalan yang paling rasional ya menaikkan harga BBM bersubsidi," ujarnya.

Pemerintah, tambah Lana, sebenarmya masih memiliki ruang untuk memperlebar defisit APBN dari 1,65% menjadi 3% terhadap PDB seperti yang diatur dalam UU Keuangan Negara. Namun apabila opsi ini ditempuh, artinya pemerintah akan menambah utang baru untuk mendanai pembengkakan belanja, khususnya subsidi BBM.

"Masa nambah utang buat bayar subsidi BBM yang salah sasaran itu," tutur Lana.

Kekhawatiran membengkaknya pagu subsidi BBM muncul dari proyeksi konsumsi BBM bersubsidi pada tahun ini yang diperkirakan mencapai 48 juta-53 juta kiloliter. Pasalnya, setiap pembengkakan konsumsi sebesar 1 juta kiloliter, pemerintah harus menambah pagu subsidi sebesar Rp5 triliun-6 triliun. Padahal kuota yang ditetapkan dalam APBN 2013 hanya 46 juta kiloliter dengan pagu subsidi BBM Rp193,8 juta kiloliter.  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Ana Noviani
Editor : Others

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper