Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

SUBSIDI BBM: Kemenkeu Simulasikan Berbagai Opsi

BISNIS.COM, JAKARTA--Kementerian Keuangan tengah melakukan simulasi atas dampak fiskal berbagai opsi kebijakan pengendalian konsumsi BBM yang akan ditetapkan Presiden SBY dalam waktu dekat. Opsi yang ditetapkan diharapkan dapat segera dijalankan agar

BISNIS.COM, JAKARTA--Kementerian Keuangan tengah melakukan simulasi atas dampak fiskal berbagai opsi kebijakan pengendalian konsumsi BBM yang akan ditetapkan Presiden SBY dalam waktu dekat. Opsi yang ditetapkan diharapkan dapat segera dijalankan agar memberikan dampak yang signifikan terhadap fiskal pemerintah.

Kepala Pusat Kebijakan APBN Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Rofyanto Kurniawan menuturkan pemerintah membuka diri untuk membahas berbagai opsi pengendalian konsumsi BBM, termasuk pembatasan konsumsi BBM bersubsidi, percepatan konversi BBM ke gas, dan penaikan harga BBM bersubsidi.

"Kita masih melakukan simulasi berbagai alternatif. Cuma memang masih menunggu nanti, akan disampaikan ke pak menteri terus ke pak wapres, terus ke presiden," tuturnya di Kemenkeu hari ini, Jumat (15/3/2013).

Rofyanto menuturkan pemerintah akan mengambil opsi yang memiliki risiko paling kecil baik dari sisi ekonomi, maupun dari sisi sosial dan aspek lainnya. Termasuk risiko melonjaknya inflasi dan dampaknya terhadap tingkat kemiskinan.

"Sebenarnya itu [subsidi langsung] juga kita kaji. Cuma untuk implementasinya lebih kompleks, karena ini kan kita sudah Maret 2013, artinya kita perlu mengambil kebijakan yang bisa dijalankan dengan cepat," katanya.

Dalam APBN 2013, pemerintah menetapkan kuota BBM bersubsidi sebesar 46,0 juta kiloliter dengan pagu belanja subsidi BBM sebesar Rp193,8 triliun. Dalam perkembangan terkini, Kementerian ESDM memproyeksikan konsumsi BBM bersubsidi bisa mencapai 48 juta--53 juta kiloliter.

Untuk setiap overkuota konsumsi BBM bersubsidi sebanyak 1 juta kiloliter, pemerintah harus mengalokasikan tambahan belanja subsidi BBM sebesar Rp4 triliun-5 triliun.

Pembengkakan belanja subsidi BBM, kata Rofyanto, tergantung pada kombinasi nilai tukar, harga minyak mentah Indonesia (ICP), dan realisasi lifting minyak Indonesia.

Rofyanto mengakui, melemahnya kurs ke kisaran RP9.600/US$, proyeksi realisasi lifting minyak 830.000 barel/hari, dan ICP yang tercatat mencapai US$114/ barel memberikan tekanan yang lebih tinggi terhadap postur APBN dari sisi belanja subsidi BBM.

"Berbagai kombinasi ini memang cukup berat di APBN kita. Di sisi lain kita bisa melakukan efisiensi dari sisi belanja atau optimalisasi pendapatannya, untuk mengimbangi berbagai tekanan subsidi," tuturnya.

Sebelumya, Utusan Khusus Presiden Republik Indonesia untuk Penanggulangan Kemiskinan H.S. Dillon menuturkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sudah lama menyiapkan opsi penaikan harga BBM bersubsidi yang saat ini dijual eceran dengan harga Rp4.500/liter.

"Tapi dia kan selalu orangnya berpikir lagi, berpikir lagi. Tapi akhirnya kan dia putuskan. Dulu dia putuskan 6 tahun yang lalu lebih tinggi daripada yang kita sarankan," kata Dillon, Kamis (14/03).

Hal-hal yang dipertimbangkan presiden, imbuh Dillon, a.l. dampak inflasi, stabilitas jelang Pemilu 2014, iklim investasi, dan tingkat kemiskinan.

"Saya pikir dia [Presiden SBY] mungkin tunggu April, dia lagi sibuk dengan pekerjaan besar dia di Bali sampai akhir Maret," ujarnya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Ana Noviani
Editor : Others
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper