Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

RUU KONVENSI ROTTERDAM: Industri Diminta Siapkan Pengganti 7 Bahan Baku Kimia

BISNIS.COM, BATAM--Industri di Indonesia diminta menyiapkan diri untuk melakukan substitusi penggunaan bahan baku kimia tertentu seiring upaya pemerintah mengesahkan RUU Konvensi Rotterdam.

BISNIS.COM, BATAM--Industri di Indonesia diminta menyiapkan diri untuk melakukan substitusi penggunaan bahan baku kimia tertentu seiring upaya pemerintah mengesahkan RUU Konvensi Rotterdam.

Muhammad Ilham Malik, Kepala Kantor Kementerian Lingkungan Hidup Regional Sumatra, mengatakan saat ini Pemerintah tengah menyusun RUU tentang Pengesahan Konvensi Rotterdam tersebut sebagai pengawasan yang lebih ketat terhadap praktik perdagangan global bahan kimia dan pestisida berbahaya tertentu untuk melindungi kesehatan manusia dan lingkungan hidup.

RUU yang rencananya masuk masa sidang pembahasan Komisi VII DPR RI pada April itu nantinya akan berdampak dalam proses pengambilan keputusan ekspor dan impor bahan baku kimia.

"Kami juga membutuhkan masukan dari industri pengguna bahan baku kimia sebagai informasi. Industri juga harus siap menghadapi ini termasuk menyiapkan baha subtitusinya," kata dia dalam kunjungan ke PT Japan Medical Supply di Batam, Kamis (14/3/2013).

Dia mengatakan selama ini sesuai PP 74/2001 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun, KLH berperan untuk memberikan rekomendasi melalui notifikasi untuk pemasukan bahan baku kimia yang tidak terlampir dalam PP tersebut ke Indonesia.

Namun, jika RUU ini disahkan terdapat beberapa bahan baku kimia berbahaya tertentu beserta turunannya yang akan terbatas digunakan oleh industri.

Sehingga KLH mengkhawatirkan pemasukan kebutuhan bahan baku kimia untuk industri tidak terakomodir karena RUU tersebut.

"Subtitusi ini harus terakomodir dan jangan terlalu menyempitkan industri," tutur dia.

Dia juga mengatakan Pemerintah juga kesulitan menghadapi perkembangan turunan bahan baku kimia sehingga perlu dipikirkan pengkategorian industri pengguna bahan baku kimia berbahaya.

Hal ini untuk mengantisipasi masuknya industri baru ke Indonesia namun memiliki bahan baku kimia atau merek dagang kimia yang tidak terlampir dalam identifikasi tujuh bahan kimia yang masuk kategori Bahan Beracun dan Berbahaya (B3) dalam Ratifikasi Konvensi Rotterdam.

"Dari 7 identifikasi yang masuk kategori B3, kalau ada perubahan proses bahan baku industri harus jadi masukan ke pemerintah," paparnya.

Dia menjelaskan saat ini di Indonesia terdapat tiga konvensi mengenai lingkungan hidup. Yakni Konvensi Basel yang mengatur tentang limbah b3, Konvensi Stockholm mengenai pelarangan penggunaan persisten organik polutan limbah B3 yang sudah di ratifikasi Indonesia pada 2009.

Adapun konvensi Rotterdam, tambah Ilham, lebih spesifik mengawasi tentang ekspor impor B3 bahan kimia berbahaya dan pestisida yang boleh digunakan dan terbatas digunakan.

Indonesia sendiri menandatangani Konvensi Rotterdam pada tanggal 11 September 1998 yang berlaku mulai tanggal 24 Februari 2004. Sampai saat ini telah 149 negara yang meratifikasi Konvensi Rotterdam.

Namun menurut Ilham, selama ini industri dapat memasukkan bahan baku kimia beserta merek dagang yang terlampir dalam konvensi dengan memperoleh notifikasi dari KLH setelah melalui pencocokan merek dagang dan HS Number.

"Mekanisme ini yang diatur Rotterdam,"

Dia mencontohkan saat ini industri manufaktur alat kesehatan di Batam masih menggunakkan bahan baku kimia B3 HCFC dan Freon yang padahal menurut konvensi bahan kimia tersebut dapat merusak ozon. Saat ini di dunia hanya dua negara yang boleh memproduksi dua bahan tersebut yakni Cina dan India.

Kepala Chemical Storage PT Japan Medical Supply Asep Simpena mengatakan pihaknya sudah bisa melakukan subtitusi penggunaan bahan baku kimia HCFC ke silicon. Penggunaannya HCFC sendiri sudah berhasil ditekan berkurang hingga 90%.

Dia mengatakan penerapan RUU Pengesahan Konvensi Rotterdam diyakini tidak akan memberatkan perusahaan. Sejumlah perusahaan sudah melakukan pengembangan bahan baku pengganti untuk mengikuti konvensi yang ada.

PT JMS juga tidak mengkhawatirkan pelarangan pemasukan bahan baku Dichloretane dan Cycloheanone yang termasuk dalam salah satu bahan baku kimia B3 perusahaan asal Jepang tersebut.

"Tidak masalah buat perusahaan, kami sudah punya developing enggineering untk mengganti bahan baku. Kami akan mendukung aturan ini dengan cara mencari pengganti," paparnya.

Di tempat yang sama, Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Achmad Farial mengatakan sampai saat ini belum ada industri yang keberatan dengan Ratifikasi Konvensi Rotterdam. Di dalam UU itu nantinya akan memuat detil bahan kimia yang dilarang, tidak sekedar merk dagang.

"Nanti akan detil mengatur bahan-bahan yang dilarang," kata dia.

Dia menjelaskan pembahasan RUU pengesahan konvensi Rotterdam sudah hampir selesai dengan mengidentifikasi tujuh item bahan kimia B3. Pengesahannya sendiri ditargetkan pada April mendatang.

Adapun tujuh bahan kimia tersebut menurut Komisi VII yakni Dichloroethane, Isopropil Alkohol, Metilisobutilketon, Dichloro-pentafluoropropane, Dichloro-fluoroethane, Ethylene oxide dan Carbon oxide, dan Metanol.(k17/yop)


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Yoseph Pencawan
Editor : Others
Sumber : Chandra Gunawan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper