BISNIS.COM, JAKARTA—Rata-rata pekerja/buruh hanya dapat mengalokasikan 20% dari upah yang mereka terima saat ini untuk mengontrak rumah, sehingga dibutuhkan regulasi yang mengatur tabungan perumahan rakyat yang memposisikan mereka untuk dapat memiliki rumah.
Menurut Sekjen Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar, selama ini mayoritas pekerja/buruh hanya mampu mengontrak rumah, demikian juga dalam Permenakertrans No.13/2012 tentang item-item perhitungan upah minimum hanya memposisikan pekerja/buruh unuk mengontrak rumah.
"Jadi, dibutuhkan regulasi yang mendukung kepemilikan rumah bagi pekerja/buruh,” ujarnya, Rabu (13/3/2013).
Dia menjelaskan RUU Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang kini masih dibahas di DPR sangatlah penting bagi pekerja/buruh dengan pemberlakukan program perumahan seperti program JHT (jaminan hari tua) atau pensiun.
Mengenai iuran, Timboel menambahkan pekerja/buruh dan pengusaha harus membayar iuran sama halnya dengan program JHT dan pensiun.
“Mengingat uang pekerja/buruh akan dipotong untuk program JHT, pensiun dan kemungkinan program kesehatan maka iuran yang dipungut bagi perumahan sebaiknya tidak tinggi, karena akan mempengaruhi daya beli pekerja/buruh,” katanya.
Timboel menegaskan para pekerja/buruh dapat membayar iuran sekitar 1%, sedangkan bagi pengusaha dapat membayar iuran sebesar 5%, dan pemerintah mengiur sampai 9%.
Menurut dia, dalam menjalankan program tabungan perumahan masih harus mendapat subsidi langsung dari pemerintah melalui dana APBN.
“Untuk uang muka perumahan itu maka PT Jamsostek harus mensubsidi uang muka, terutama untuk pekerja/buruh yg bergaji di bawah Rp5 juta per bulan,” tukasnya.
Subsidi langsung APBN untuk perumahan pekerja/buruh sangat membantu mendukung peningkatan upah riil mereka.