BISNIS.COM, BANDUNG--Negara di Asia mulai berbondong-bondong mempelajari sistem verifikasi legalitas kayu yang dikembangkan oleh Indonesia lantaran sistem ini dipuji sebagai sistem yang terintegrasi dan transaparan oleh otoritas Uni Eropa.
Direktur Direktorat Bina Pengolahan dan pemasaran Hasil Hutan Kementerian Kehutanan Dwi Sudharto mengungkapkan perwakilan otoritas Thailand, Vietnam, Kamboja, dan Jepang telah berkomunikasi dengan pihak Kementerian untuk mempelajari pengembangan sistem verifikasi legalitas kayu (SVLK).
"Mereka tertarik mengetahui bagaimana sistem ini dibangun.Bahkan lama prosesnya," uujar Dwi.
Proses ini melibatkan berbagai pihak dari kementerian, pengusaha serta lembaga swadaya masyarakat. Dengan adanya EUTR [European Union Timber Regulation], Indonesia diuntungkan oleh SVLK. "Kita tidak harus melalui proses due diligence yang banyak," jelasnya kepada Bisnis (7/3/2013).
Menurutnya, selama ini Uni Eropa menjadi patokan bagi negara-negara lainl. Maka, saat kelompok 27 negara ini dengan mudah menerima produk kayu nasional, hal tersebut membuat negara lain ingin meniru langkah Indonesia.
"Dulu kan Kementerian Perdagangan takutnya ketika SVLK diimplementasi 1 Januari 2013 penjualan kita akan turun signifikan. Ternyata tidak. Malah permintaan meningkat, banyak yang ingin meniru kita," tegas Dwi.
Selain keempat negara tersebut, Malaysia juga tengah mengajukan untuk memiliki sistem verifikasi legalitas kayu secara sukarela bekerja sama dengan Uni Eropa tanpa memasukan wilayah Serawak.
Terhadap permintaan tersebut, Indonesia mengajukan protes keras ke Uni Eropa. Protes yang diajukan melalui Kementerian Luar Negeri kepada Delegasi Uni-Eropa untuk Indonesia tersebut menegaskan Uni Eropa telah berlaku tidak adil dan tidak berkesinambungan apabila menerima tawaran Malaysia.
Pasalnya, kata Dwi, Serawak terkenal sebagai penadah kayu ilegal, terutama kayu-kayu asal Indonesia. Sebab itu jika tawaran Malaysia disambut oleh Uni Eropa, Uni Eropa tidak memiliki komitmen yang tegas terhadap pemberantasan kayu ilegal.
"Kerja sama bilateral kan harusnya mencakup seluruh negara. Kenapa Uni Eropa tidak kerja sama dengan Sumatra saja, tidak usah seluruh Indonesia," tegasnya.
Sebelumnya, Julian Wilson, Kepala Delegasi Uni Eropa untuk Indonesia, mengatakan Malaysia telah mengajukan minat tersebut kepada Uni Eropa. Namun pembicaraan keduanya belum sampai tahap final.
Meski demikian dia mengatakan apabila Serawak tidak masuk dalam perjanjian. Artinya kayu-kayu asal Serawak tidak bisa memasuki wilayah Uni Eropa tanpa melalui seluruh tahap inspeksi (due diligence) oleh operator di negara penerima.(msb)