BISNIS.COM, BATAM - BUMN dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (K3S) minyak gas dan kelistrikan diminta lebih mengutamakan industri dalam negeri dalam negeri untuk proyek pengerjaan EPC (Engineering, procurement and Construction) di Indonesia.
Fery Yahya, Staf Ahli Kementerian Perindustrian RI, mengungkapkan langkah mengutamakan industri dalam negeri adalah salah satu langkah agar industri dalam negeri bisa bertahan ditengah ramainya importase barang konstruksi proyek pengerjaan EPC.
"Kebijakan pengadaan barang dan jasa harusnya diutamakan industri dalam negeri. Bagaimana industri kita bisa survive menghadapi gempuran impor. Karena kita tidak mungkin membuat peraturan masyarakat wajib membeli produksi dalam negeri," paparanya disela-sela kunjungan kerja di Batam, Kamis (7/3/2013).
Dia mengatakan saat ini pemerintah juga terbentur aturan UWTO yang wajib dipatuhi Indonesia dan procurement pemerintah yang belum diratifikasi sehingga belum bisa mewajibkan penggunaan barang dan jasa dalam negeri melalui regulasi.
"Namun kami masih bisa menekankan agar mengutamakan penggunaan barang dan jasa dalam negeri," tambahnya.
Dia menjelaskan saat ini pemerintah memiliki kebijakan Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN) sejak dikeluarkannya Inpres No.2/2009 mengenai penggunaan produksi dalam negeri dalam pengadaan barang dan jasa.
Kebijakan itu juga kemudian diikuti Perpres No.70/2012 yang merupakan perubahan dari Perpres No.54/2010 mengenai peningkatan penggunaan dalam negeri.
Aturan tersebut, kata Fery, sebagai upaya untuk menghadapi persaingan global yang begitu ketat. Dia menjelaskan struktur bea masuk Indonesia dibandingkan pesaingnya seperti India, China dan Brazil jauh lebih rendah justr membuka peluang produk impor industri masuk ke Indonesia.
"Kita terlalu liberal sehingga memberi peluang produk impor masuk ke Indonesia," kata dia.
Dia menambahkan Kemenperin juga sudah melihat langsung industri dalam negeri di Batam dan Karimun untuk memastikan kemampuan mereka untuk menggarap pengadaan jasa konstruksi proyek EPC bagi pengguna jasa.
Budi Irmawan, Direktur Industri Material Dasar Logam Kemenperin, mengatakan upaya memastikan kesiapan industri konstruksi migas dan kelistrikan dalam negeri dalam pengerjaan EPC karena didorong menurunnya konstruksi di bidang migas.
"Kami dipicu dalam beberapa tahun terakhir konstruksi di migas menurun, dari 30% jadi 25%. Kami minta lifting minyak dioptimalkan," katanya.
Direktur Eksekutif Guspen Kamaluddin Hasyim mengatakan pengusaha jasa lokal di bidang EPC berharap dapat meningkatkan penggarapan proyek pengerjaan EPC.
Menurutnya para kontraktor lokal sebetulnya telah siap menggarap pembangunan di berbagai bidang konstruksi migas dan kelistrikan termasuk yang menggunakan teknologi tinggi.
Saat ini menurutnya, industri EPC di kawasan FTZ Batam yang sudah menjadi logistic base dan sentra penunjang migas dan energi termasuk yang siap untuk menggarap proyek EPC meski masih menghadapi banyaknya masalah importase barang konstruksi.
Berdasarkan laporan Guspen, saat ini juga TKDN untuk proyek pengadaan barang dan jasa sudah mencapai 63%, 10% untuk barang dan untuk khusus jasa konstruksi EPC mencapai 53%.
Adapun untuk belanja modal K3S migas dalam sektor konstruksi, lanjutnya, mencapai US$25 miliar sehingga akan mengundang banyak investor asing untuk menggarap sektor-sektor infrastruktur di Indonesia.
"Kami berharap semua pekerjaan EPC di laksanakan dalam wilayah Indonesia
dan dikerjakan perusahaan nasional yang berbadan hukum Indonesia, bukan asing dengan Pte atau Ltd. Karena saat ini juga ada sinyalemen di kapasitas dalam negeri tidak cukup yang sedang dikampanyekan internasonal,"katanya.
Presiden Direktur PT Citra Tubindo Tbk Kris Wiluan menyatakan industri dalam negeri sudah mampu untuk menggarap proyek-proyek pengadaan barang dan jas EPC jika melihat kapasitas di FTZ Batam dan Karimun.
Saat ini, kata dia sejumlah industri bidang EPC di FTZ utilisasinya belum mencapai 100%. Contohnya saja kapasitas produksi pipa Saipem yang mencapai 35ribu ton namun baru terutilisasi 25%. Sementara produksi pipa Citra Tubindo sendiri sebesar 70% dan produksi anjungan kapal sebesar 100% sudah diekspor.
Kapasitas produksi pipa nasional juga sudah melebihi kebutuhan dalam negeri. Menurut Kris saat ini kapasitas produksi pipa dalam negeri mencapai 1,5 juta ton pertahun dengan penyerapan hanya sebanyak 300 ribu ton. 70% produksi pipa nasional tersebut berasal dari Batam.
"Saya rasa sekarang ini setiap tahun pengadaan belanja 2012 masih banyak juga yang diluar negeri. Tapi ini kan Tergantung peraturan di pemerintah. Kapasitas kita mampu dan cukup untuk menggarap EPC," kata dia.(k17/yop)