BISNIS.COM, JAKARTA—Program swasembada daging bakal menguras 700.000 sapi lokal di Pulau Jawa.
Asosiasi Pengusaha Importir Daging Indonesia (Aspidi) menilai pemerintah perlu mengevaluasi program swasemba daging agar tidak terjadi pengurasan sapi lokal yang bisa menyebabkan ketergantungan impor semakin besar.
“Swasembada daging akan menguras sekitar 700.000 sapi lokal yang diambil dari Pulau Jawa, padahal perkembangan rata-rata populasi sapi di sana hanya 3,85% atau 264.000 ekor per tahun," kata Direktur Eksekutif Aspidi Thomas Sembiring dalam diskusi bertema Carut Marut Impor dan Masa Depan Swasembada Daging di Jakarta, Rabu (6/3/2013).
Menurut dia, jumlah rata-rata populasi sapi tersebut tidak akan bisa memenuhi kebutuhan masyarakat akan daging sapi, terutama di wilayah Jabodetabek. Terlebih karena sapi membutuhkan waktu lama untuk bisa disembelih.
Pemerintah, lanjutnya, harus bisa memberikan data yang valid mengenai total produksi dan konsumsi per kapita per tahun. Kenaikan konsumsi per kapita per satu kilogram diperkirakan membutuhkan penambahan produksi sapi hingga 1,5 juta ekor.
“Swasembada daging yang terlalu dipaksakan dan tidak didukung oleh data yang valid akan mengakibatkan harga terus melambung. Kalau dipaksakan, harga melambung dan konsumsi bisa turun," ujarnya.
Thomas juga menuturkan pemerintah perlu mengambil kebijakan yang tidak akan menimbulkan gejolak yang berpengaruh pada bidang-bidang lain.
Karena itu, dia menilai program swasembada daging yang dicanangkan pada 2014 perlu dipikirkan kembali. Pengurangan kuota impor daging sapi hendaknya dilakukan secara bertahap dan tidak drastis.
"Agar tidak menimbulkan gejolak harga seperti yang dialami pada saat ini," katanya.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Komisi IV DPR RI Romahurmuziy mengatakan perlunya menghitung konsumsi daging sapi per kapita dan potensial stok secara lebih akurat dan terperinci. Hal itu, menurut dia, akan memberikan solusi atas gejolak harga daging yang terjadi selama ini akibat kurangnya pasokan.
"Tren harga daging terus naik, ini menunjukkan bahwa kondisi pasar 'under-supply'. Solusinya, penuhi pasokan hingga harga turun, karena itu butuh hitungan akurat sampai berapa kita butuh untuk stabilkan harga," katanya.(Antara/msb)