JAKARTA -- Ditengah kekurangan tenaga pilot di industri penerbangan nasional, sekitar 200 orang mantan pilot Batavia Air belum jelas nasibnya karena lisensi terbangnya masih tertahan di perusahaan yang berhenti operasi akibat pailit.
Ke-200 mantan pilot Batavia Air itu kini masih mengupayakan agar lisensi terbang serta ijasahnya yang tertahan di Batavia Air bisa segera keluar agar bisa melamar ke maskapai lain.
“Kami hitung ada sekitar 200 pilot Batavia Air yang nasibnya belum jelas dan masih menganggur, lisensi terbang dan ijasahnya masih tertahan di maskapai yang sudah stop operasi itu,” kata Presiden Federasi Pilot Indonesia Hasfrinsyah, Minggu (17/2/2013).
Dia berharap para mantan pilot Batavia ini agar pro aktif mengadukan status hubungan kerjanya ke regulator yakni Kementerian Perhubungan ataupun Federasi Pilot Indonesia (FPI). Hubungan status pekerjaan ini dinilai penting sebab manajemen Batavia Air sudah lepas tangan dan kurator juga tidak mengurusi pilot.
Hasfrinsyah menjelaskan lisensi para mantan pilot ini ditahan Batavia Air karena selama bekerja, mereka masih terikat kontrak hingga beberapa tahun kedepan dengan perusahaan. Namun seiring Batavia Air tiba-tiba dipailitkan dan stop beroperasi, akhirnya semua karyawan termasuk pilot diberhentikan pula.
Pilot sendiri juga, lanjutnya, harus mengurus surat keterangan kerja ataupun status sudah tidak bekerja lagi di Batavia Air. Namun karena manajemen Batavia Air tidak bisa memberikan surat keterangan tersebut, maka Kemenhub atau federasi akan membantunya. “Federasi akan membantu membuatkan, dan diharapkan Kemenhub juga membantu,” tutur Hasfrinsyah.
Hasfrinsyah menyebutkan syukurnya sudah ada beberapa mantan pilot Batavia Air yang mau menampung mantan mereka yaitu Indonesia AirAsia dan Citilink Indonesia.
Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Kementerian Perhubungan Bobby Mamahit mengatakan pihaknya akan membantu ke- 200 mantan pilot Batavia Air ini.
“Tentu kami bantu, karena hampir semua maskapai di Tanah Air masih sangat memerlukan pilot dalam jumlah banyak,” kata Bobby.
Bobby mengungkapkan jumlah penerbang yang bisa dihasilkan saat ini rata-rata hanya 400 orang per tahun dari 15 sekolah penerbangan di Tanah Air. Adapun kebutuhan tambahan pilot sekitar 800 orang per tahun tahun. Hal tersebut terjadi karena beberapa kendala terutama terkait fasilitas yang sebagian sekolah belum memadai.
Vice Presiden Marketing Communication Citilink Aristo Kristandyo mengatakan sejauh ini pihaknya tidak mendata secara ditel adanya mantan pilot Batavia Air yang mendaftar di Citilink.
“Tidak ada kekhususan untuk bekas pilot Batavia Air, proses recruitment berjalan netral seperti yang lain. Sejauh ini memang menjadi kebebasan bagi siapa saja yang mau mendaftarkan diri sebagai pilot di Citilink. Kami tetap mengikuti peraturan dalam hal aturan keselamatan dan regulasi yang ada,” kata Arsito.
Menurutnya, untuk kandidat pilot Citilink yang mendaftar, harus mengikuti prosedur dan prasyarat yang ditentukan, dan tentunya harus memiliki kualitas.
“Untuk masalah lisensi yang ditahan oleh maskapai tempat mereka dahulu bekerja, itu di luar kapasitas Citilink. Yang jelas, bagi kandidat yang mendaftar menjadi pilot Citilink, harus memenuhi persyaratan,” kata Aristo.
Aristo mengaku pihaknya tetap memerlukan tambahan tenaga pilot seiring rencana perseroan yang akan terus mendatangkan armada barunya. Pada tahun ini saja akan mendatangkan 30 unit Airbus 320.
Manager Komunikasi Indonesia AirAsia Audrey Progastama menjelaskan saat ini sudah ada 25 orang mantan pilot Batavia Air yang melamar kerja di Air Asia. Rekruitmen ini seiring rencana ekspansi IAA di Indonesia dengan mendatangkan 10 pesawat lagi sehingga membutuhkan tambahan tenaga pilot dari yang ada saat ini 271 pilot.