JAKARTA--Pemerintah daerah dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) diminta transparan dalam proses pengadaan tanah setelah Mahkamah Konstitusi (MK) menolak uji materiil UU Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum kemarin.
Juru Bicara Koalisi Rakyat Anti Perampasan Tanah Iwan Nurdin mengatakan pihaknya merasa kecewa dengan putusan MK, karena dinilai mengabaikan keterangan saksi yang merupakan korban konflik agraria. UU tersebut No. 2 tahun 2012.
Dalam pertimbangan majelis hakim justru disebutkan bahwa proyek jalan tol yang selama ini dibiayai oleh pengusaha swasta dan BUMN sebagai proyek untuk kepentingan umum
"Padahal, definisi kepentingan umum untuk jalan tol sangat bias," kata Iwan dalam keterangan pers di Jakarta, Kamis (14/02/2013)
Oleh karena itu, koalisi meminta agar pemerintah mencegah hal-hal negatif dari UU tersebut pasca keputusan MK.
Caranya dengan memperkuat aparatur pemerintah daerah dan BPN yang menjadi pelaksana utama dalam pembebasan tanah, lebih bersikap transparan.
Hal itu juga terkait dengan upaya menghindari mafia pertanahan dalam proyek-proyek pembebasan lahan.
Iwan juga minta pemerintah tidak memprioritaskan ganti rugi dalam bentuk semata-mata dengan uang melainkan penyertaan saham masyarakat.
Proses pengadaan tanah setelah putusan MK tersebut benar-benar dapat digunakan untuk kepentingan umum.
Pada 13 Februari, MK memutuskan untuk menolak seluruhnya permohonan uji materiil yang diajukan 14 organisasi sipil terhadap UU Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum.
Lembaga itu juga menyatakan pembangunan jalan tol maupun pelabuhan termasuk kategori kepentingan umum.