JAKARTA-Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akan mewajibkan industri besi dan baja memanfaatkan bahan bakar nabati (BBN) untuk menghemat penggunaan bahan bakar minyak (BBM) dalam proses produksinya.
Direktur Bioenergi Kementerian ESDM Dadang Kusniadi mengatakan saat ini sektor industri besi dan baja mengkonsumsi BBM sebanyak 2 juta kiloliter. Karenanya perlu ada kebijakan yang dapat memaksa industri menekan penggunaan BBM tanpa harus mempengaruhi keuntungannya.
“Penggunaan BBM untuk industri besi dan baja saat ini 2 juta kiloliter. Kalau 40 perusahaan besar saja yang menggunakan BBN, setidaknya ada penghematan sebanyak 100.000 kiloliter,” katanya di Jakarta, Senin (11/2/2013).
Dadan mengungkapkan untuk saat ini pemerintah tidak akan langsung meminta perusahaan 100% menggunakan BBN. Akan tetapi, memaksa perusahaan menggunakan BBN secara bertahap dengan cara mencampurkan BBN ke dalam BBM yang digunakan dengan persentase tertentu.
Pada 2013 ini pemerintah menargetkan akan ada 1,5 juta kiloliter biodiesel yang akan dicampur dengan BBM. Jumlah tersebut lebih dari dua kali lipat dari realisasi penggunaan BBN yang dicampur ke dalam BBM pada 2012 sebesar 700 ribu kiloliter.
Menurutnya, Kementerian ESDM masih akan membicarakan kewajiban penggunaan BBN itu dengan asosiasi industri. “Kami akan rapat dengan asosiasi untuk mengetahui bagaimana implementasinya. Kalau pertambangan kan diwajibkan mulai Maret dan Juli 2012, semoga untuk industri besi dan baja dapat sebelum Maret 2013,” jelasnya.
Rida Mulyana, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM mengatakan kesulitan yang dihadapi pemerintah dalam mengeluarkan kebijakan baru adalah hitungan keekonomian dari para pengusaha.
“Wajar jika kebijakan baru ini akan memunculkan resistensi, karena pengusaha pasti akan menghitung apakah keuntungannya akan berkurang jika melaksanakan kebijakan baru itu. akan tetapi kami kembali yakinkan, pemerintah tidak mungkin ingin membuat perusahaan bangkrut,” ungkapnya.
Saat ini sendiri telah ada Peraturan Menteri ESDM No. 32/2008 yang berisi penetapan target mandatori penggunaan BBN pada sektor industri, transportasi dan pembangkit listrik. Mandatori pemanfaatan BBN sendiri telah berjalan baik pada sektor transportasi dengan mencampur biodiesel ke dalam solar bersubsidi dengan komposisi 7,5%-92,5%.
Rida menegaskan pemerintah akan melakukan evaluasi dan monitoring terhadap penggunaan BBN di sektor industri besi dan baja. Dengan begitu, pemerintah dapat memastikan implementasi Permen ESDM NO. 32/2008 berjalan dengan baik.
Para pelaku industri pun diminta untuk tidak lagi mengkhawatirkan kualitas dari BBN yang dibuat dari bahan baku yang berasal dari dalam negeri. Pasalnya, saat ini telah ada standarisasi dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk setiap produk BBN yang dihasilkan oleh produsen.
Sementara itu, Sekretaris Ikatan Ahli Bioenergi Indonesia (IKABI) Soni Solista Wirawan mengatakan biodiesel sebenarnya memiliki kualitas yang lebih baik untuk digunakan pada mesin industri dibandingkan dengan solar. Hal itu masih ditambah dengan harga jual BBN yang relatif masih kompetitif dengan harga solar.
“Pelaku industri tidak perlu khawatir dengan kekurangan pasokan BBN, karena BBN ini diproduksi dari bahan yang melimpah di dalam negeri. kemudian yang paling penting, penggunaan biodiesel tidak membuat perubahan radikal terhadap pekerjaan teknis yang dilakukan,” tegasnya.
Sementara kekurangan dari biodiesel yang merupakan salah satu produk BBN adalah fuel economy yang lebih rendah karena merupakan minyak nabati. Selain itu, biosolar juga memiliki potensi oksidasi dan instability yang lebih cepat dibandingkan dengan solar. (Foto:indonesian.irib.ir) (msb)