JAKARTA—Pemerintah daerah harus membenahi persoalan kepatuhan perusahaan pertambangan untuk memberikan rencana kerja dan anggaran belanja (RKAB) yang dijadikan dasar dalam memastikan kuota produksi hasil tambang tiap tahunnya.
Clayton Allen Wenas, Vice Chairman Indonesia Mining Association (IMA), mengatakan pemerintah harus memperbaiki persoalan RKAB di daerah untuk dapat memastikan kuota produksi hasil pertambangan. Pasalnya, tidak beresnya persoalan RKAB di daerah kerap mengakibatkan target yang ditetapkan pemerintah meleset.
“Pemerintah daerah harus meminta RKAB perusahaan tambang di daerah. Kalau perusahaan tambang pemegang kontrak karya [KK] itu setiap tahun memberikan RKAB kepada pemerintah pusat untuk dijadikan patokan sebelum menetapkan target produksi. Pemerintah daerah harus melakukan itu,” kata pria yang akrab disapa Tony Wenas itu hari ini, Senin (7/1/2013).
Selama ini, kepala daerah sebagai pihak yang berwenang menerbitkan izin usaha pertambangan (IUP) di daerahnya dianggap kurang memerhatikan persoalan RKAB sebagai dasar dari penentuan kuota produksi. Akibatnya, pemerintah tidak memiliki data pasti mengenai produksi dan penjualan hasil tambang setiap daerah di tengah upaya mengendalikan produksi dan penjualan untuk kepentingan dalam negeri.
Menurut Tony, tahun ini produksi dan penjualan hasil tambang diperkirakan akan meningkat seiring membaiknya harga komoditas di dunia. Akan tetapi, bea keluar 20% yang dikenakan pada ekspor bahan mentah mineral hasil tambang juga dapat menghambat pertumbuhan penjualan tahun ini.
Seperti diketahui, 2013 ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menargetkan penerimaan negara dari penjualan hasil tambang sebesar Rp15 triliun, meningkat dari realisasi penerimaan dari penjualan hasil tambang di 2012 yang sekitar Rp8,8 triliun. (sut)