JAKARTA--Nasib petani di Indonesia bak pepatah klasik. Sudah jatuh tertimpa tangga pula. Pasalnya, selain harus ikut menstabilkan harga pangan, dituding sebagai pemicu alih fungsi lahan.
Petani memikul beban ganda. Yaitu harus menstabilkan harga pangan agar inflasi stabil dan harga produk pertanian rendah. Situasi itu, membuat pendapatan petani rendah. "Itulah yang dituding mendorong alih fungsi lahan pertanian untuk peruntukkan lain seperti real estate, industri dan lainnya yang lebih menguntungkan," kata Ketua Dewan Pertimbangan Presiden Emil Salim, Jumat (21/212/2012).
Dia mengatakan nilai tukar petani (NTP) tanaman pangan (padi, kedelai, jagung, dan lainnya) selalu di bawah 100. Artinya, pendapatan petani dari produk pangan lebih rendah dibandingkan dengan harga kebutuhan dan barang yang harus dibeli petani.
"NTP tanaman pangan selalu di bawah 100. Permintaan tanah naik. Mari selamatkan lahan sawah, itu nonsene [omong kosong], tidak riil. Orang perlu lahan yang bukan untuk sawah, tetapi untuk bisnis," ujarnya pada acara Focus Group Discussion Pengendalian Alih Fungsi Lahan Sawah.
ia memaparkan inflasi diukur dengan harga pangan. Inflasi harus dijaga, maka harga pangan juga tidak boleh naik, karena dikhawatirkan inflasi menjadi liar. "Jadi, yang membayar stabilisasi ekonomi adalah petani pangan. Dia tidak bisa beli kebutuhan sndiri, tetapi harga pangan tidak boleh naik."
Dia menambahkan kenapa impor pangan terus naik setiap tahun, karena untuk menstabilkan harga pangan, agar inflasi tidak bergerak liar. "Apa yang dilakukan [untuk menjaga inflasi], maka impor pangan."
Dia menyarankan agar Kementerian Pertanian membuat peta kawasan khusus pangan untuk diajukan ke dalam rapat kabinet. "Kita punya KEK [kawasan ekonomi khusus], mana kawasan khusus pangan." (msb)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel