Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PERTUMBUHAN EKONOMI: Tak optimal karena impor tekan daya saing industri

JAKARTA: Kadin menilai ekonomi Indonesia masih belum bisa tumbuh optimal karena iklim usaha domestik tidak mendukung daya saing industri menghadapi tekanan impor. Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia Suryo Bambang Sulisto mengatakan pertumbuhan

JAKARTA: Kadin menilai ekonomi Indonesia masih belum bisa tumbuh optimal karena iklim usaha domestik tidak mendukung daya saing industri menghadapi tekanan impor. Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia Suryo Bambang Sulisto mengatakan pertumbuhan impor adalah penyebab utama ekonomi Indonesia tidak tumbuh optimal. Dia meminta pemerintah ekstra hati-hati menyikapi pertumbuhan pesat pengeluaran potensi pada produk domestik bruto yang dibarengi kenaikan impor. “PDB lemah karena impor. Kalau kenaikan konsumsi tidak bisa didukung produsen dalam negeri, memasuki 2015 ini akan semakin dimanfaatkan negara lain,” katanya, Selasa (11/12) Pemerintah, lanjut Suryo, harus meningkatkan daya saing industri dalam negeri melalui peningkatan belanja pemerintah untuk infrastruktur, memperbaiki pelayanan birokrasi dan melakukan realokasi subsidi BBM yang membebani APBN. Dalam paparannya Kadin menilai realisasi Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) pada 2011—2012 lebih banyak merupakan inisiatif swasta dan investasi asing. Pemerintah mengumumkan groundbreaking 94 proyek investasi bernilai Rp499,5 triliun pada 2011 dan groundbreaking 84 proyek senilai Rp536,3 triliun pada 2012. “Pada umumnya itu adalah investasi swasta murni. Kebutuhan infrastruktur terbengkalai karena kekurangan anggaran di APBN,” kata Suryo. Dia menyarankan keterbatasan anggaran belanja untuk infrastruktur diatasi dengan melepaskan harga jual BBM kepada pasar melalui penghapusan subsidi. “Belum berhasilnya permeirntah membangun infrastruktur untuk dukung dunia usaha karena larinya ke subsidi bbm. Kadin sudah mengusulkan kepada pemerintah, bukan menaikkan, tapi sama sekali hapuskan subsidi,” tegas Suryo. Didik mengatakan beban subsidi BBM pada perekonomian terlihat jelas pada anjloknya neraca perdagangan migas dari 2011 ke 2012. Data BPS menyatakan neraca perdagangan migas turun dari defisit US$849,5 juta pada Januari—Oktober 2011 menjadi US$3.159,2 juta atau anjlok 271,89%. Kadin memproyeksikan pertumbuhan ekonomi 6,2—6,6% pada 2013 dengan proyeksi spesifik 6,44%. (arh)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : News Editor
Sumber : Demis Rizky Gosta

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper