Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

SKEMA KARBON NUSANTARA: 4 LSM nilai hak tanah diabaikan

JAKARTA: Skema Karbon Nusantara (SKN) di Indonesia dinilai mengabaikan persoalan hak atas tanah dan sumber daya alam sehingga tak memberikan keuntungan bagi masyarakat lokal, melainkan hanya pada negara-negara industri beserta korporasi.Hal itu disampaikan

JAKARTA: Skema Karbon Nusantara (SKN) di Indonesia dinilai mengabaikan persoalan hak atas tanah dan sumber daya alam sehingga tak memberikan keuntungan bagi masyarakat lokal, melainkan hanya pada negara-negara industri beserta korporasi.Hal itu disampaikan secara bersama-sama oleh sedikitnya empat organisasi sipil lingkungan dan globalisasi di Jakarta melalui siaran pers, Selasa (04/12/2012).Deddy Ratih, Manajer Advokasi Pengelolaan Ruang dan Perubahan Peruntukan Lahan Eksekutif Nasional Walhi, mengatakan perjanjian iklim global yang berlangsung di Doha, Qatar, diselenggarakan di tengah pesimisme terhadap proses negosiasi yang akan membawa resolusi untuk mengatasi perubahan iklim secara adil.Hal itu terutama bagi negara-negara miskin dan berkembang yang paling rentan dan tidak siap menghadapi dampak perubahan iklim.KTT itu sendiri berlangsung di Doha, Qatar pada 26 November-7 Desember 2012, dan salah satunya membahas perdebatan mengenai perdagangan karbon.Perdagangan itu adalah saat  negara-negara industri Annex-1 dengan gencarnya mendorong perdagangan karbon  sementara negara-negara non-Annex-1 hanya Bolivia dan Brazil yang menolaknya."SKN menargetkan hutan kemasyarakatan sebagai penjual karbon, yang artinya pasar karbon akan sampai ke kampung-kampung," kata Deddy."Dengan membuka pasar karbon seluas-luasnya di Indonesia, pemerintah Indonesia jelas terlalu meyederhanakan berbagai permasalahan struktural mendasar. Ratusan konflik yang terkait dengan hak tenurial dan hak atas tanah serta sumberdaya alam belum dapat diselesaikan."Elemen masyarakat itu menyoroti langkah pemerintah yang  menerbitkan izin bagi PT Rimba Raya menjalankan proyek REDD+ seluas 80.000 hektar di Kalimantan Tengah pada 30 November 2012, di sela-sela pertemuan COP 18.Proyek tersebut akan mengikuti skema Verified Carbon Standard (VCS) dan Climate, Community dan Biodiversity Alliance (CCBA) dan bertujuan untuk memperdagangkan kredit karbon yang dihasilkan.Deddy menegaskan SKN  sama sekali tidak menyinggung status legal karbon dan benar-benar hanya mendesain mekanisme sertifikasi.Di Indonesia, lanjutnya, isu perdagangan karbon sebagian besar adalah soal hutan dan lahan gambut, yang memiliki masalah tentang status hak atas tenure."Dibandingkan negara-negara barat, potensi pelanggaran HAM dari isu ini sangat besar mengingat luasnya hutan Indonesia. Belum lagi permasalahan tata kelola kehutanan yang masih sarat dengan nuansa KKN yang sampai saat ini belum dapat ditertibkan," kata Deddy.Koalisi itu menilai  COP 18 lebih berperan sebagai konferensi para pencemar karena agenda perdagangan karbon yang lebih mengemuka. Hal itu, demikian para organisasi sipil tersebut, membuat tujuan awal pertemuan bergeser jauh untuk mencari jalan mengurangi suhu bumi dan membantu masyarakat menghadapi dampak perubahan iklim. (Bsi)


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Inda Marlina

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper