JAKARTA-Karut-marutnya pengendalian konsumsi bahan bakar minyak bersubsidi membuat risiko pembengkakan subsidi BBM terus mengancam. Meski sudah ditambah 4,04 juta kiloliter menjadi 44,04 juta kiloliter, kuota subsidi BBM masih berisiko membengkak hingga 1,2 juta kiloliter.
Menteri Keuangan Agus D.W. Martowardojo mengatakan lonjakan harga BBM bersubsidi di sejumlah daerah dan risiko pembengkakan kuota subsidi BBM harus segera direspons oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Pertamina dan BPH Migas.
“Tetapi apakah ini dampaknya bisa melebihi kuota yang 43,5 juta kiloliter? Kita masih tunggu hasil koordinasi di Kementerian ESDM sendiri. Nanti kalau seandainya melebihi kuota, Menteri ESDM akan mengundang rakor,” ujarnya Senin (26/11).
Agus berharap kuota BBM hingga akhir tahun harus dapat dikendalikan, termasuk di daerah pertambangan dan perkebunan. Menurutnya, subsidi BBM menjadi tidak tepat sasaran karena jatah BBM untuk masyarakat yang memerlukan dikonsumsi oleh industri tambang dan perkebunan.
“Saya juga dapat laporan tadi tentang ditangkapnya penyelundupan nafta (bensin kerosin) ke luar negeri. Jadi, bentuk-bentuk penyelundupan harus terus kita tangani, karena di satu sisi kita mengendalikan, tetapi kalau penyelundupan terjadi, kuota itu bisa terlewati,” ujarnya.
Sementara itu Menteri Koordinator bidang Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan langkah yang ditempuh oleh Pertamina untuk melepas pengendalian pasokan BBM merupakan langkah darurat untuk menghindari kelangkaan BBM dan melonjaknya harga BBM di sejumlah daerah.
“Dalam situasi darurat, mengambil langkah darurat, saya kira bisa dibenarkan. Di Kutai Barat terjadi kelangkaan yang kemudian berakibat pada konflik. Ini tentu langkah yang diambil bersifat sementara dan darurat,” ujarnya. (yus)