Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

SUBSIDI BBM: Pemakaian Sudah 87,3% Dari Pagu APBN-P

JAKARTA--Realisasi belanja subsidi bahan bakar minyak (BBM) per 31 Oktober 2012 sudah mencapai Rp120,0 triliun atau 87,3% dari pagu APBN-P 2012 ( Rp137,38 triliun). 

JAKARTA--Realisasi belanja subsidi bahan bakar minyak (BBM) per 31 Oktober 2012 sudah mencapai Rp120,0 triliun atau 87,3% dari pagu APBN-P 2012 ( Rp137,38 triliun). 

Data Direktorat Jenderal Perbendaharan Kementerian Keuangan mengungkapkan pemerintah telah mencairkan anggaran sebesar Rp120,0 triliun kepada Pertamina untuk membiayai subsidi bahan bakar minyak (BBM) sepanjang Januari-Oktober 2012. 

Realisasi tersebut sudah mencapai 87,3% dari pagu subsidi BBM dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2012, yakni Rp137,38 triliun. Hingga akhir tahun, pemerintah memproyeksikan realisasi subsidi BBM akan membengkak Rp79,39 triliun dari pagu APBN-P 2012 menjadi Rp216,77 triliiun. 

Rofyanto Kurniawan, Kepala Pusat Kebijakan APBN Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, menuturkan subsidi BBM belum dibayarkan seluruhnya.

"Sudah ada tagihan dan dalam proses pembayaran," ujarnya ketika dihubungi Bisnis, Jumat (16/11). 

Bengkaknya subsidi BBM antara lain disebabkan batalnya rencana penaikan harga BBM bersubsidi pada April lalu. Akibatnya, kuota BBM bersubsidi harus ditambah dari 40 juta kiloliter menjadi 44,04 juta kiloliter.

Selain itu, harga minyak mentah Indonesia (ICP) sempat melambung, diiringi melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. 

ICP naik di atas asumsi pemerintah dalam APBN-P 2012 US$105/barel, menjadi US$113,9/barel rata-rata Januari-Oktober 2012. Sedangkan kurs melemah dari asumsi Rp9.300/US$ menjadi Rp9.600/US$ pada akhir Oktober 2012. 

Menurut Rofyanto, prognosis subsidi BBM sebesar Rp216,77 triliun hingga akhir tahun belum berubah, meskipun realisasinya baru sebesar Rp120,0 triliun hingga akhir Oktober lalu dan harga minyak mentah Indonesia cenderung turun."Proyeksi kita masih tetap. Outlook harga ICP masih sekitar US$110-US$111/barel, dan outlook volume sekitar 43,5 juta--44 juta kiloliter, sehingga outlook subsidi tidak banyak berubah," jelasnya.  (if) 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Diena Lestari

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper