Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

JAKARTA--Prospek jangka panjang perekonomian Indonesia dinilai cukup menjanjikan, meski ekonomi global masih diliputi ketidakpastian akibat krisis Eropa dan lesunya ekonomi Amerika Serikat.
 
Ketua Komite Ekonomi Nasional (KEN) Chairul Tanjung mengaku belum berani memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2013. Menurutnya, saat ini terjadi anomali-anomali dalam perekonomian global dan regional. 
 
"Agak sulit untuk memproyeksi 2013 dengan kondisi seperti sekarang. Kan kita tahu, biar bagaimana pun ekonomi Amerika belum pulih dan Eropa belum sampai ke titik dasar," ujarnya usai acara Penyatuan Visi Bersama menuju Indonesia Maju 2030, Selasa (13/11).
 
Menurutnya, tingkat pertumbuhan ekonomi yang konservatif pada 2013 berada pada kisaran 6,3%--6,7%. "Itu sudah prestasi yang luar biasa."
 
Kendati demikian, Chairul optimistis Indonesia bisa menjadi negara maju pada 2030, dengan size ekonomi terbesar ke-7 di dunia, dan pendapatan per kapita sebesar US$18.000/tahun. Syaratnya, perekonomian harus bertumpu pada hal yang jadi kekhususan Indonesia, yakni dengan mengelola sumber daya secara unggul, membenahi infrasturktur dan birokrasi, serta mengurangi korupsi.
 
Hal senada disampaikan Chairman McKinsey Global Institute Raoul Oberman. Berdasarkan riset McKinsey, perekonomian Indonesia berpotensi menjadi negara dengan perekonomian ke-7 terbesar di dunia setelah China, Amerika Serikat, India, Jepang, Brasil, dan Rusia. Proyeksi tersebut jauh melesat dari posisi saat ini, yakni peringkat ke-16.
 
Untuk mencapai hal tersebut, lanjutnya, pasar konsumen Indonesia harus tumbuh 7,7% per tahun dari periode 2010-2030 dan produktivitas nasional meningkat dari 2,9% menjadi 4,6% per tahun atau naik 60% dari kondisi saat ini. 
 
Selain itu, tenaga kerja terampil di Indonesia harus terus diakselerasi. Pasalnya, untuk mewujudkan visi menjadi negara dengan ekonomi terbesar ke-7 di dunia dibutuhkan 113 juta tenaga kerja terampil. 
 
Mckinsey memperkirakan penduduk Indonesia pada 2030 dapat mencapai 280 juta jiwa dan 135 juta diantaranya termasuk dalam anggota kelas konsumen. McKinsey juga memproyeksi sektor tabungan dan investasi serta makanan dan minuman menjadi pasar konsumen terbesar pada 2030. Adapun peluang pasar di sektor jasa konsumen agrikultur dan perikanan, sumber daya energi dan pendidikan pada 2030 diproyeksi menyentuh US$1,8 triliun. 
 
Menurut Mckinsey, Indonesia memiliki kekuatan besar yang terpendam, a.l. perekonomian yang stabil dalam 10 tahun terakhir, 90% prospek pertumbuhan ekonomi berada di luar Jawa, kuatnya konsumsi domestik, diversifikasi sumber daya alam, dan meningkatnya jumlah angkatan kerja. 
 
"Tren 20 tahun ke depan adalah kebangkitan Asia, urbanisasi, pertumbuhan penduduk yang stabil, dan perkembangan teknologi," ujar Oberman. 
 
Menteri Koordinator bidang Perekonomian Hatta Rajasa mengakui banyak pekerjaan rumah yang harus dibenahi agar Indonesia dapat mencapai ekonomi terbesar ke-7 di dunia pada 2030. 
 
"Walau kita tetap optimis, namun masih banyak PR. Asumsi-asumsi yang harus kita jaga, satu, eksternal dan internal shock agar bisa menjaga momentum pertumbuhan," katanya. 
 
Selain itu, Indonesia harus meningkatkan aspek inovasi, keterampilan sumber daya manusia, dan penguasaan teknologi dalam menggerakkan ekonomi. 
 
"Itu yang kita cita-citakan. Kita sentuh dengan inovasi, sehingga tercipta keunggulan kompetitif," ujar Hatta. 
 
Pada kesempatan yang sama, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengungkapkan bahwa Indonesia bukanlah negara yang ekonominya digerakan oleh ekspor. Menurutnya, konsumsi domestik merupakan kunci perekonomian Indonesia. 
 
"Kalau mengalami krisis seperti kemarin (2008-2009), perlu keep buying strategic. [Artinya] Di masa krisis, jangan berhenti membeli barang dan jasa," katanya. 
 
Untuk menjaga daya beli masyarakat di masa krisis, SBY berjanji akan menggulirkan bantuan sementara, seperti perlindungan sosial dan insentif fiskal untuk dunia usaha. 
 
Chairul Tanjung menambahkan saat ini Indonesia masuk dalam negara berpendapatan menengah dan tidak dengan sendirinya Indonesia bergerak ke negara maju. Dalam proses menuju negara maju, Indonesia berisiko menghadapi middle income trap. 
 
"Banyak negara lain yang gagal jadi negara maju, namanya middle income trap. Pertumbuhan yang bertumpu pada SDA dan peningkatan tenaga kerja berisiko membuat kejenuhan pertumbuhan ekonomi," ujarnya.
 
Untuk menghindari jebakan middle income trap, Indonesia perlu memperbaiki dan meningkatkan birokrasi, kepastian hukum, infrastruktur, dan daya saing industri. (faa)
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Diena Lestari
Editor : Dara Aziliya

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper