Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

SINAR MAS FORESTRY Alokasikan Rp3,12 Triliun Untuk Realisasi HTI Seluas 217.823 Ha

JAKARTA: Sinar Mas Forestry menginvestasikan dana hingga US$ 324 juta atau setara Rp 3,12 triliun guna merealisasikan periode tanam hutan tanaman industri (HTI) seluas 217.823 hektare di lahan gambut Ogan Komering Ilir, Sumatra Selatan.Investasi penanaman

JAKARTA: Sinar Mas Forestry menginvestasikan dana hingga US$ 324 juta atau setara Rp 3,12 triliun guna merealisasikan periode tanam hutan tanaman industri (HTI) seluas 217.823 hektare di lahan gambut Ogan Komering Ilir, Sumatra Selatan.Investasi penanaman hutan gambut terdegradasi itu akan melengkapi kondisi tutupan lahan yang telah ditanam seluas 409.797 hektare. 3 perusahaan kelompok Sinar Mas Forestry yang kini menguasai konsesi hutan gambut OKI yakni PT Sebangun Bumi Andalas seluas 142.355 hektare, PT Bumi Mekar Hijau seluas 250.370 hektare, serta PT Bumi Andalas Permai seluas 192.700 hektare.Direktur Hutan Tanaman PT Sinar Mas Forestry Agus Wahyudi mengungkapkan perusahaan telah menyiapkan peta dan blok yang digunakan untuk tanaman rotasi kedua. Produksi kayu di lahan gambut OKI sepenuhnya akan menopang bahan baku pulp bagi pabrik-pabrik Asia Pulp and Paper.Menurut Agus, pembangunan HTI di lahan gambut diharapkan dapat merehabilitasi kondisi hutan yang terdegradasi. Dengan begitu, Dia berharap terobosan Sinar Mas Forestry itu dapat menepis kekhawatiran dan kampanye antipembudidayaan gambut.“Kesulitan utama pembangunan HTI bukan pada masalah teknis, tapi lebih banyak pada kepastian lahan dan sosial,” ungkapnya saat dijumpai Bisnis di gedung Kementerian Kehutanan, Jumat (12/10/2012).Seperti diketahui, investasi HTI di lahan gambut kerap dihadang kampanye negatif dari sejumlah NGO dan pemerhati lingkungan. Padahal, ucapnya, keberadaan dunia usaha di lahan gambut dapat menutup akses masyarakat yang kerap membuka lahan dengan cara dibakar.Kawasan hutan yang terbakar berpotensi menjadi semak-semak liar yang tidak mempunyai potensi ekonomi produktif. Dengan begitu, kata Agus, pemerintah tidak mampu memaksimalkan tegakan hutan sebagai komoditas hasil hutan kayu.“Fenomena El Nino yang menghabisi sebagian hutan alam di Indonesia beberapa waktu lalu harus menjadi pelajaran. Dampaknya luas, hutan tidak lagi menjadi sumber kehidupan sosial dan ekonomi,” katanya.Agus menegaskan peningkatan kebutuhan kayu untuk industri perlu direspon positif dengan menjamin kepastian lahan gambut. Perusahaan akan berinvestasi untuk mengembangkan teknologi yang tepat dalam mengupayakan pemilihan jenis kayu, managemen air, dan pengendalian kebakaran.“Sudah ada teknologi seperti water zoning untuk membuat jaringan kanal sebagai bagian dalam konsep pemanfaatan air di lahan gambut,” jelasnya.Water zoning, seru Agus, sangat membantu perusahaan dalam mendesain infrastruktur pendukung dan rencana pembangunan water gate, over flow, serta gate vale guna mengelola level air. Pertumbuhan tanaman dan kelembapan tanah memang perlu dikontrol antara 50—100 meter.Nana Suparna, Ketua Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) bidang hutan tanaman industri menyambut baik investasi yang dilakukan Sinar Mas Forestry di lahan gambut OKI. Menurutnya, pencapaian Sinar Mas Forestry perlu menjadi contoh bagi perusahaan lain yang ingin mengembangkan HTI gambut.“Investasi HTI di lahan gambut 50% lebih mahal ketimbang di tanah mineral. Itu akan menjadi aset yang tidak mungkin dirusak oleh dunia usaha,” ungkapnya.Hingga kini, pembangunan HTI di lahan gambut hanya sekitar 2,48 juta hektar dari potensi yang dapat digarap mencapai 21,07 juta hektar. Pelaku industri kehutanan, ucap Nana, siap menginvestasikan dana hingga Rp 30 miliar untuk membangun sistem kanalisasi atau tata air mikro di areal HTI di lahan gambut.Menurut Nana, keberadaan dunia industri di lahan gambut akan turut membantu pemerintah menjaga kawasan hutan. Selama ini, pemerintah hanya menempatkan petugas teknis di sejumlah hutan konservasi dan taman nasional.Namun, sentimen negatif tetap saja berhembus meski potensi gambut untuk HTI cukup menjanjikan. Walhi, misalnya secara tegas meminta pemerintah menghentikan aksi dunia usaha yang berinvestasi di lahan gambut.“Kalau begitu justru lebih baik pemerintah menyiapkan anggaran untuk memfasilitasi teknologi dan petugas teknis di hutan, ketimbang membiarkan kelompok industri masuk” tegas Direktur Eksekutif Walhi Abetnego Tarigan.Abetnego menilai pemegang izin HTI tidak pernah berkomitmen melakukan penanaman kembali di lahan gambut yang rusak akibat kegiatan eksploitasi hasil hutan kayu.Menurutnya, perusahaan HTI seperti Asia Pulp and Paper dan PT Garuda Mas selalu ingkar dengan kesepakatan reboisasi, kemudian terus memperlebar luas areal penanaman Akasia di hutan gambut Riau dan Jambi.Selain itu, imbuhnya, perusahaan HTI belum mampu mengantisipasi potensi kebakaran di kawasan hutan gambut. Dia menilai ketersebaran petugas teknis dalam jumlah yang masif justru lebih efektif menekan kasus kebakaran hutan. (bas)


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Gajah Kusumo

Topik

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper