JAKARTA: Pemegang izin areal penggunaan lain (APL) yang memanfaatkan hasil kayu dari hutan akan dikenai pungutan guna mengganti tegakan hutan yang hilang akibat pembukaan kebun dan sektor nonkehutanan lainnya.
Dirjen Bina Usaha Kehutanan Bambang Hendroyono mengungkapkan keterlanjuran sejumlah izin yang dikeluarkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) mulai dari hak guna usaha (HGU), hak pakai, dan bentuk perizinan lainnya telah menghilangkan nilai ekonomi hasil hutan kayu.
Kemenhut, ucap Bambang, akan segera merevisi Permenhut P.55/Menhut-II/2006 guna menertibkan penatausahaan hasil kayu yang berasal dari hutan hak. Menurutnya, potensi tegakan hutan yang hilang akan segera dihitung dan dibebani kepada sejumlah pemegang izin APL.
Produk hukum itu juga akan memberikan penegasan dan kepastian hukum dalam mendukung kegiatan penatausahaan hasil kayu dari kawasan hutan hak yang berubah fungsi. Sembari menunggu proses revisi, Bambang menilai Permenhut P.14/Menhut-II/2011 tentang izin pemanfaatan kayu sudah dapat mengakomodir pengaturan sejumlah pungutan seperti provisi sumber daya hutan, dana reboisasi, hingga penggantian nilai tegakan.
“Dengan begitu, ke depan akan lebih tertib. Peredaran hasil hutan kayu akan lebih mudah diawasi,” ungkapnya hari ini, Selasa (4/9/2012).
Bambang menegaskan pemegang izin APL wajib melaporkan jumlah potensi kayu kepada pejabat daerah sebelum melakukan proses land clearing. Kayu hasil penebangan akan dilakukan pengukuran dan pengujian oleh tenaga teknis Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL), kemudian diaudit ke dalam daftar kayu bulat (D-KB) dan kayu bulat kecil (KBK).
“Sementara prosedur pengangkutan dan distribusi kayu bulat harus menggunakan dokumen surat keterangan sah kayu bulat (SKSB),” jelasnya. (sut)