Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

KRISIS GLOBAL: Pertegas kebijakan tak populer pemerintah

JAKARTA:  Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia meminta pemerintah mempertegas perihal kebijakan tidak populer yang hendak ditempuh guna mengawal pertumbuhan ekonomi nasional di tengah gejolak krisis global. 

JAKARTA:  Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia meminta pemerintah mempertegas perihal kebijakan tidak populer yang hendak ditempuh guna mengawal pertumbuhan ekonomi nasional di tengah gejolak krisis global. 

Natsir Mansyur, Wakil Ketua Umum Bidang Perdagangan, Distribusi, dan Logistik Kadin, menuturkan yang terpenting dari suatu kebijakan adalah kepastian implementasinya di lapangan. 

"Saya kira apapun langkah tidak populer yang dimaksud Presiden, yang diperlukan adalah ketegasan dari pemerintah. Naik ya naik, tapi harus pasti supaya pengusaha bisa menghitung cost produksinya," tuturnya saat dihubungi Bisnis, Minggu (26/8/2012). 

Menurutnya, jangan sampai pemerintah menggembar-gemborkan rencana kenaikan suatu tarif, tetapi tidak jadi diterapkan, seperti rencana penaikkan harga BBM bersubsidi sebesar Rp1.500 per liter pada April lalu. 

"Dikabarkan mau naik, tetapi tidak jadi naik. Pengusaha ini harus menghitung cost produksi dengan cermat, kalau tidak nanti sulit bersaing," katanya. 

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebelumnya meminta pengertian dari rakyat Indonesia jika memang ada kebijakan atau langkah-langkah tidak popular yang mesti ditempuh pemerintah, dengan maksud agar tidak terkena dampak krisis dunia. 

Adapun arah kebijakan non-populer tersebut, seperti diungkapkan Presiden dalam pidato Nota Keuangan dan RAPBN 2013, berupa penyesuaian tarif tenaga listrik (TTL) secara bertahap per 3 bulan. 

Natsir mengaku mendukung rencana kebijakan tersebut. Namun, dia menegaskan apabila suatu komponen produksi mengalami kenaikan biaya, pemerintah harus berupaya menurunkan komponen produksi lainnya agar efek kenaikan TTL tidak terlalu membebani dunia usaha. Pasalnya, kenaikan TTL diproyeksi berisiko meningkatkan biaya produksi sebesar 15%--20%.(msb) 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Diena Lestari
Sumber : Ana Noviani

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper