JAKARTA: Pemerintah tidak lagi mencantumkan pasal deviasi harga minyak mentah Indonesia (ICP) sebagai syarat penyesuaian harga jual BBM bersubsidi dalam RUU APBN 2013.Plt. Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro membenarkan RUU APBN 2013 yang diajukan pemerintah seiring Nota Keuangan dan RAPBN 2013 tidak lagi mencantumkan pasal yang mengatur syarat deviasi ICP."Tidak ada deviasi-deviasi. Sekarang yang berhak naikkan siapa? pemerintah kan. Kalau listrik harus setujui DPR," ujarnya.Dalam APBN-P 2012, pasal 7 (A) terkait deviasi ICP mengunci rencana pemerintah menyesuaikan harga jual BBM bersubsidi pada April lalu. Pasalnya, pasal tersebut mensyaratkan rerata realisasi ICP dalam 6 bulan harus terdeviasi 15% dari asumsi APBN-P 2012, agar pemerintah dapat menaikkan harga BBM bersubsidi.Dengan tidak adanya pasal serupa, kewenangan menyesuaikan harga BBM bersubsidi pada 2013 sepenuhnya berada di tangan pemerintah."Bukan masalah berani atau tidak, tapi kita lihat, dibutuhkan atau tidak kenaikan itu," tegasnya.Menurut Bambang, hal tersebut sangat tergantung pada realisasi harga minyak mentah Indonesia. Kalau ICP tidak bergerak terlalu tajam dari asumsi US$100 per barel yang diajukan pemerintah dalam RAPBN 2013, penyesuaian harga BBM bersubsidi pada tahun depan tidak perlu dilakukan."Tergantung harga minyak, kalau tidak terlalu tajam dan biasa-biasa saja tidak perlu," ujarnya.Seperti diberitakan Bisnis, dalam RAPBN 2013, pemerintah mengajukan pagu belanja subsidi BBM sebesar Rp193,80 triliun atau meningkat Rp56,42 triliun dari pagu APBN-P 2012.
Pagu tersebut disusun dengan asumsi harga jual BBM bersubsidi sebesar Rp4.500 per liter, kuota BBM bersubsidi 46,01 juta kiloliter, serta asumsi harga minyak mentah Indonesia (ICP) dan kurs masing-masing US$100/ dan Rp9.300/US$. (bas)