Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

INDUSTRIALISASI PERIKANAN: Ekspor illegal benih sidat dikeluhkan

SURABAYA: Forum Masyarakat Kelautan dan Perikanan mengeluhkan lemahnya kinerja Balai Karantina Perikanan menyusul maraknya proses ekspor benih Anguilla.spp atau dikenal sidat yang diduga illegal padahal komoditas perikanan itu dipastikan tidak boleh

SURABAYA: Forum Masyarakat Kelautan dan Perikanan mengeluhkan lemahnya kinerja Balai Karantina Perikanan menyusul maraknya proses ekspor benih Anguilla.spp atau dikenal sidat yang diduga illegal padahal komoditas perikanan itu dipastikan tidak boleh diekspor.

 

Ketua Forum Masyarakat Kelautan dan Perikanan, Oki Lukito, mengakui bila pihaknya mendapat informasi dan data akan maraknya proses eksportasi benih sidat ke sejumlah negara meskipun benih tersebut masuk kategori yang dilarang ekspor.

 

"Info yang diperoleh FMKP, dari Jawa Timur saja ada sekitar 300.000 kg benih sidat per bulan senilai Rp4 miliar diekspor ke luar negeri dengan berbagai modus. Prosesnya melalui terminal Pelabuhan Udara Juanda. Terus terang, ini menunjukkan lemahnya kinerja Balai Karantina Perikanan karena benih itu tidak boleh diekspor," kata Oki kepada Bisnis, hari ini, Selasa, 15 Mei 2012.

 

Oki menjelaskan FMKP menemukan modus ekspor illegal itu dengan jalan benih sidat dari tangkapan alam yang terdiri atas berbagai ukuran seperti glass eel, elver dan finger rings dikirim ke negara Korea Selatan, Jepang, Thailand dan Taiwan dibungkus dengan lebel ikan hias.

 

Padahal, kata Oki, Menteri Kelautan dan Perikanan melalui surat keputusan bernomer 18/2009 telah melarang ekspor ikan sidat dalam rangka meningkatkan keanekaragaman sumber daya ikan dan pemenuhan kebutuhan kebutuhan benih sidat di dalam negeri.

 

"Menteri Kelautan dan Perikanan melarang ekspor benih sidat kecil dengan ukuran panjang sampai 35 cm dan atau berat sampai 100 gram per ekor. Kebijakan itu juga berlaku untuk ikan sidat  berdiameter sampai 2,5 cm."

 

Akibat terjadinya tindak illegal ekspor itu, ungkap Oki, khususnya terhadap banyaknya benih sidat yang diekspor, maka banyak pembudidaya sidat seperti di Malang, Tulungagung, Tuban, Lamongan, Bondowoso, Banyuwangi, Surabaya dan Pasuruan yang mengalami kerugian.

 

"Nilai kerugiannya ditaksir ratusan miliar rupiah karena harga benih melonjak dua kali lipat dan benih sulit diperoleh."

 

Oki menerangkan harga sidat jenis bicolor dan mamorata ukuran elver yang biasanya mudah didapat dengan harga Rp400.000-600.000 per kg, saat ini dipasaran menjadi Rp1,3 juta per kg.

 

Sementara benih siap tebar size 20-25 ekor per kg  yang semula Rp300.000-400.000  hanya bisa dibeli dengan cara indent dan bayar di depan Rp1,35 juta per kg.

 

“KPK seharusnya memeriksa kecurangan oknum di kantor Karantina Ikan Juanda yang meloloskan ikan sidat ke luar negeri dengan mengubah specimen menjadi ikan hias agar lolos”.

 

Oki menambahkan benih sidat yang hanya ada di pantai selatan Pulau Jawa khususnya jenis bicolor dan pesisir Sulawesi untuk jenis mamorata ternyata sangat dicari dan menjadi komoditas yang lagi laku dipasaran  saat ini menyaingi ikan kerapu dan lobster.

 

"Harganya setelah dibudidayakan selama tiga bulan mencapai Rp350.000 per kg dengan isi lima ekor dan umumnya banyak dijual di resto Jepang dan Korea.

 

Tidak maksimal

Oki menjelaskan budidaya ikan sidat yang masih alami itu membuat produksi dan ekspornya tidak maksimal.

 

Kondisi ini disebabkan  sebagian ikan itu merupakan hasil tangkapan alam.

 

"Jadi, produksinya sangat bergantung dengan musim. Saat ini para peternak ikan sidat tergiur mengekspor bibit ikan ini lantaran harganya menjulang di Jepang. Ambil contoh, satu kg  bibit sidat yang terdiri dari 6.000 ekor bisa dihargai antara Rp70 juta - Rp100 juta."

 

Dia mengatakan potensi pasar ikan sidat di luar negeri sangat besar.

 

"Contohnya, banyak masyarakat Jepang hobi menyantap sidat. Kebutuhan ikan ini di negeri itu mencapai 120.000 ton per tahun. Peluang pasar yang begitu besar terutama ke Macau, Taiwan, Jepang, China, Hong Kong, Eropa, dan Amerika. Harga ikan sidat pun lumayan menggiurkan."

 

Secara khusus dia mengungkapkan jenis Anguilla bicolor misalnya, dihargai Rp60.000 - Rp70.000 per kg. Sedangkan Anguilla marmorata dihargai  Rp100.000 - Rp120.000 per kg.

 

"Budidaya sidat sangat prospektif dan dapat membantu ekonomi masyarakat pesisir yang sedang terpuruk. FMKP sendiri saat ini sedang menggerakkan nelayan untuk membuat kelompok dan mengusulkan kepada Pemprov Jatim agar usaha sidat ini dijadikan salah satu penghasilan alternatif nelayan di pesisir dan di pulau-pulau kecil," ujarnya.

 

Selain sidat, kata Oki, kelompok nelayan juga diarahkan untuk membudidayakan ikan kerapu, rumput laut (gracilaria, cottoni), budidaya polikultur dan multi species, lobster, gurame,nila, induk udang windu siap telur dan pendederan kerapu serta sidat.

 

“Sudah ada sekitar 600 kelompok nelayan yang FMKP  bina dan dampingi, ada diataranya sedang kami upayakan menjadi desa nelayan mandiri”. (K21/Bsi)

 

JANGAN LEWATKAN:

>>> 10 ARTIKEL PILIHAN REDAKSI HARI INI

>>> 5 KANAL TERPOPULER BISNIS.COM

>>> 10 ARTIKEL MOST VIEWED BISNIS.COM

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : News Editor
Sumber : Yuristiarso Hidayat

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper