Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

 

JAKARTA: Pembiayaan sekunder perumahan yang dilakukan PT Sarana Multigriya Finansial Persero (SMF) lebih difokuskan mencari standar bunga kredit pemilikan rumah (KPR) yang ada di pasar dan imbal hasil (yield) yang diinginkan oleh masyarakat.
 
Direktur SMF Sutomo mengatakan SMF sendiri berfungsi untuk menyalurkan dana dari pasar modal ke sektor riil. Latar belakang pembentukan SMF oleh pemerintah, lanjutnya, yakni mengendalikan bunga KPR, disamping dengan kebijakan, juga ditempuh melalui mekanisme pasar dengan mendirikan perusahaan pembiayaan sekunder.
 
“Benchmark bunga KPR pasar saat ini 7,55%, kami menyeimbangkan bunga KPR yang ada di pasar dan yield yang diinginkan masyarakat. Bukan pada besar kecilnya suku bunga kami [repo KPR atau jual beli tagihan KPR bersyarat],” katanya saat dihubungi Bisnis  hari ini.
 
Zulfi Syarif Koto, Ketua Lembaga Pengkajian Pengembangan Perumahan & Perkotaan Indonesia (LPP3I), mengatakan SMF memang belum dapat diharapkan untuk ikut mendukung penyaluran fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) karena bunga yang dipatok 7,25%.
 
“Memang begitu, dana SMF kan terbatas dan sumber pendanaan dia dari obligasi. Dia bisa menyalurkan repo KPR dengan bunga di bawah FLPP kalau dananya sudah besar atau kebijakan pemerintah yang mendukung, misalnya menempatkan 40% dana Bapertarum sebesar Rp3 triliun yang saat ini berada di Kementerian Keuangan,” kata Zulfi saat dihubungi Bisnis.
 
Dengan penempatan 40% dana Badan Pertimbangan Tabungan Perumahan (Bapertarum) tanpa bunga tersebut, sambungnya, dapat digunakan SMF sebagai sumber pendanaan repo KPR yang akan disalurkan ke lembaga penyalur KPR.
 
Zulfi menjelaskan sistem pembiayaan perumahan di Indonesia saat ini masih mengandalkan sumber dana jangka pendek, praktik ini mengakibatkan penyaluran KPR berhadapan pada risiko likuiditas dan fluktuasi suku bunga yang tinggi.
 
“Untuk membangun sistem pembiayaan perumahan yang berkelanjutan, pemerintah kemudian mulai merintis penerapan pasar pembiayaan sekunder perumahan sebagaimana praktik pembiayaan perumahan di berbagai negara,” imbuhnya.
 
Terkait dengan susulan kebijakan pemerintah agar menempatkan 40% dana Bapertarum ke SMF, Sutomo tidak dapat berkomentar lebih jauh. “Itu kan kebijakan pemerintah, kami pelaksana dari kebijakan pemerintah,” paparnya.
 
Sebelumnya Ketua Umum Asosiasi Bank Pembangunan Daerah (Asbanda) Eko Budiwiyono mengatakan Bank Pembangunan Daerah (BPD) lebih tertarik mengeluarkan surat utang (obligasi) pada pemenuhan dana jangka panjang yang dibutuhkan untuk penyaluran KPR bersubsidi.
 
“Bunga yang ditawarkan oleh repo KPR SMF terlalu tinggi, sedangkan bunga FLPP sudah ditetapkan 7,25%. Selain itu portofolio penyaluran FLPP oleh BPD-BPD volumenya belum terlalu besar, kami juga termasuk pemain baru pada penyaluran KPR FLPP ini,” katanya. (sut)
 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Deriz Syarief
Editor : Sutarno

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper