Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

 

 

JAKARTA: Asosiasi Kakao Indonesia menilai kebijakan penetapan bea keluar tidak menguntungkan petani, karena bea dikompensasikan menjadi beban petani.

 

Sekretaris Eksekutif Askindo Firman Bakri mengatakan bea keluar justru merugikan karena menjadi instrumen yang memotong harga yang diterima petani. 

Menurutnya, biji kakao Indonesia memang mendapat harga premium yang selisihnya sekitar US$150 di atas harga terminal di Bursa Berjangka New York yang berkisar US$2.300 per ton saat ini.

 

Namun, harga premium itu tidak sepenuhnya dinikmati petani karena harus dipotong diskon, yang antara lain terdiri atas instrumen biaya transportasi, keuntungan pengimpor, asuransi, kualitas biji dan bea keluar, yang mencapai US$200 per ton.

 

“Yang terjadi, bea keluar ini justru menjadi instrumen yang memotong ke bawah, ke petani. Memang kita sudah mendapat harga premium, tapi dipotong biaya yang lain, sehingga harga yang diterima petani turun,” katanya kepada Bisnis, hari ini, Kamis 10 Mei 2012. 

Dengan harga di tingkat petani saat ini antara Rp16.000-Rp17.000 per kg dan produktivitas 460 kg per hektare serta kepemilikan lahan rata-rata satu hektare per orang, petani hanya meraup pendapatan Rp7 juta per tahun. “Artinya, pendapatan petani di bawah Rp1 juta per bulan. Ini di bawahUMR,” ujarnya.Firman berpendapat bea keluar tidak memberikan manfaat langsung bagi petani karena belum tentu menaikkan harga di tingkat petani. Kebijakan itu, kata dia, justru lebih dinikmati industri asing yang berinvestasi di dalam negeri.“Kita tahu kalau dalam perdagangan kakao, oligopsoni berlaku. Pembelinya itu-itu saja,” ungkapnya.Dia mengusulkan agar bea keluar dikenakan jika harga kakao dunia menyentuh US$3.000 per ton. Sementara, PMK No 67/2010 tentang Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar menetapkan bea keluar progresif kakao antara 5%-15%. 

Ekspor biji kakao dikenai pajak 5% jika harga berkisar US$2.000-US$2.750 per ton, 10% untuk hargaUS$2.750-US$3.500 per ton, sedangkan di atas US$3.500 dibebani bea keluar 15%.  “Ini titik aman bagi petani supaya bisa memberikan kepastian harga untuk mereka. Sebetulnya yang lebih fair itu bea keluar ditetapkan Rp500 per kg kalau dirupiahkan,” tuturnya. 

Namun, Wakil Menteri Keuangan Mahendra Siregar menegaskan tidak akan mengubah kebijakan penetapan bea keluar yang ada saat ini.

 

Menurutnya, diskon yang diterima petani saat ini justru semakin kecil, yakni hanya 5%-8% dari harga terminal atau lebih rendah dari sebelumnya yang mencapai 12%-13%.

 

“Tidak sepenuhnya benar bahwa petanilah yg menanggung BK (bea keluar). Karena hasil evaluasi menunjukkan, sebelum ada BK, harga yg diterima petani discount-nya lebih besar,” ujarnya. 

Secara riil, lanjutnya, industri kakao di luar negeri yang justru menanggung ongkos bea keluar selama ini, terbukti industri tersebut pada akhirnya memilih merelokasi pabriknya ke Indonesia demi menekan biaya impor yang tinggi karena ikut menanggung bea keluar.(msb)

 

BACA JUGA:

>>Jangan Wait & See, Kejarlah Dolar & Obligasi

>>Sampoerna serious on bank business

>>BI Tak Bisa Mediasi Bos Femina vs Citibank Gara-Gara Potensi Keuntungan

>> SUKHOI CRASH: Police to identify victim's family to match with bodies

10 ARTIKEL PILIHAN Hari Ini

 5 Kanal TERPOPULER Bisnis.com

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : News Editor
Sumber : Sri Mas Sari

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper