Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

BEA KELUAR KAKAO diklaim tingkatkan hilirisasi bahan baku coklat

 

 

JAKARTA: Pemerintah mengklaim kebijakan penetapan bea keluar bagi ekspor biji kakao berhasil, dilihat dari peningkatan hilirisasi bahan baku coklat itu dalam dua tahun terakhir.
 
Wakil Menteri Keuangan Mahendra Siregar berujar bea keluar yang ditetapkan mulai 1 April 2010 sebesar 5%-15% itu terbukti memberikan perkembangan positif bagi industri pengolahan kakao dalam negeri dan masuknya beberapa investasi baru.
 
Progress positif itu tampak dari peningkatan kapasitas produksi industri domestik dari 130.000 ton pada 2009 menjadi 280.000 ton pada 2011.  Dia menyebutkan enam perusahaan kembali beroperasi, tiga pabrik menambah kapasitas terpasang dan lima pabrik kembali beroperasi normal.
 
Selain itu, tambahan investasi baru juga mengalir ke dalam negeri, sehingga akan meningkatkan kapasitas produksi industri pengolahan (grinding capacity) menjadi 400.000 ton pada 2014.
 
Satu investasi baru masuk dari Malaysia, yakni Guan Chong Bhd yang mendirikan PT Asia Cocoa Indonesia di Batam senilai US$17 juta dengan kapasitas produksi 65.000 ton.
 
Ada pula produsen coklat asal Swiss, yakni Barry Callebaut AG bekerjasama dengan PT Comextra Majora mendirikan usaha patungan PT Barry Callebaut Comextra Indonesia dengan investasi US$33 juta.
 
Belum lagi Daniels Midland Cocoa (ADM Cocoa) dari Singapura, Cargill dari Amerika Serikat (AS) dan JB Cocoa dari Malaysia yang merelokasi pabriknya ke Indonesia.
 
“Ini menunjukkan bea keluar biji kakao mampu mendorong pengembangan industri, sehingga nilai tambah dapat dinikmati di dalam negeri,”
ujarnya, hari ini.
 
Perkembangan hilirisasi itu juga sejalan dengan peningkatan ekspor kakao olahan. Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi menyebutkan postur ekspor kakao berubah dari yang semula didominasi biji kakao menjadi kakao olahan.
 
Nilai ekspor kakao olahan berupa produk akhir maupun setengah jadi
(intermediate) pada 2011 mencapai US$728,19 juta atau 54,13% dari total nilai ekspor kakao tahun itu sebesar US$1,35 miliar.
 
Pangsa itu menggeser dominasi biji kakao yang pada 2009 dan 2010 menguasai masing-masing 76,98% dan 72,49% dari total ekspor.
 
“Postur ekspor kakao kita berubah, dari yang tadinya didominasi bijih, jadi produk-produk yang bernilai tambah. Perubahannya signifikan,”
katanya.
 
Namun, klaim keberhasilan ini perlu dipertanyakan, mengingat ekspor biji kakao masih lebih besar dilihat dari segi volume.
 
Volume ekspor biji kakao pada 2011 mencapai 214,74 kiloton atau lebih banyak dari ekspor kakao olahan yang hanya 195,47 kiloton.
 
Artinya, peningkatan nilai ekspor ini ditunjang oleh penguatan harga komoditas di pasar internasional ketimbang kuantitas ekspor kakao olahan.
 
Harga biji kakao saja pada 2011 menyentuh kisaran US$3.000 per ton atau tertinggi selama 30 tahun terakhir akibat kisruh politik di negara produsen utama, Pantai Gading. (sut)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : News Editor
Editor : Sutarno
Sumber : Sri Mas Sari

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper