JAKARTA: Wakil Ketua Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat Nusyirwan Soejono menilai tingkat perhatian pemerintah terhadap persoalan infrastruktur air masih sangat minim dibandingkan infrastruktur lainnya.
Padahal, ucap dia, air merupakan kebutuhan pokok yang harus dipenuhi untuk kehidupan manusia. Selain itu, sambungnya, pemenuhuan kebutuhan air pun terkait dengan ketahanan pangan.
“Kalau tidak ada air bagaimana semua bisa dipenuhi. Maka hari air, harus selalu diikuti dengan pemanfaatan dan penataan air yang saat ini masih minim perhatiannya,” ujarnya di Jakarta, Sabtu 5 Mei 2012.
Menurut Nusyirwan kurangnya perhatian pemerintah terhadap infrastruktur air salah satunya terlihat dari politik anggaran infrastruktur yang dinilai tidak mengarah kepada pemberdayaan terhadap sumber daya air.
“Coba dilihat, budget untuk bina marga tahun ini (Rp30,9 triliun) dua kali lipat dibandingkan untuk sumber daya air (Rp16,4 triliun). Pertanyaannya, apakah air sudah dipenuhi? Sekarang seolah belum ada perhatian khusus terhadap pemenuhan kebutuhan air bersih.”
Dia memberi contoh untuk di sungai Citarum yang saat ini pemanfaatan air bakunya masih kurang dari 20%. Padahal untuk kebutuhan air di DKI Jakarta, sebagian besar masih memanfaatkan air baku dari Citarum.
“Kalau sumber air untuk diminum saja tidak diurusi, kualitas air bersih tidak dipikirkan. Bagaimana kita bisa mencapai target MDGs dan menjaga kualitas air untuk kehidupan masyarakat,” ungkapnya.
Berdasarkan data terakhir dari Kementerian PU, hingga akhir 2010 akses pelayanan air bersih di Indonesia telah menjangkau 53% masyarakat, Rinciannya yakni perkotaan 59,87% dan perdesaan 46,8%.
Artinya, masih ada sekitar 15,87% masyarakat lagi yang harus mendapatkan air minum layak hingga 2015 guna mencapai target Millenium Development Goals MDGs pada 2015 bahwa 68,87% masyarakat Indonesia dapat menikmati air bersih. Dan 100% pada 2025. (Bsi)