JAKARTA: Sebanyak 20 calon dewan komisioner Otoritas Jasa Keuangan dinilai bermasalah, karena pernah terlibat beberapa kasus industri keuangan di masa lalu serta memiliki konflik kepentingan.
Hal tersebut diungkapkan oleh Danang Widoyoko, Koordinator Indonesia Corruption Watch, lembaga swadaya masyarakat yang telah melakukan pelacakan rekam jejak terhadap 38 calon Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (DK-OJK).
“OJK merupakan lembaga superior sehingga harus diisi oleh orang yang independen dan bebas campur tangan dari pihak lain. OJK memiliki fungsi yang luar biasa, yakni pengaturan, pengawasan, pemeriksaan dan penyidikan. Inilah yang membedakan OJK dengan BI dan Bapepam LK,” ujarnya, Minggu 11 Maret 2012.
Namun, lanjutnya, ternyata sebagian besar dari para calon memiliki masalah, seperti delapan orang memiliki kedekatan dan konflik kepentingan dengan panitia seleksi (Pansel) OJK dan lima orang sudah pensiun dan terlalu tua.
Contohnya adalah salah satu calon yang telah pensiun memilki kedekatan dengan Ketua Panitia Seleksi karena menjabat sebagai staf ahli. “Kami juga mencatat 20 orang pernah terlibat pada sejumlah kasus keuangan. Tidak kurang ada 27 kasus yang melibatkan para calon.”
Kasus tersebut, diantaranya adalah insider trading di sejumlah perusahaan, terlibat skandal bailout Bank Century dan terlibat kredit macet pada salah satu bank terbesar di Indonesia. Selain itu satu orang calon memiliki kepentingan politik karena masih aktif sebagai anggota partai politik yang juga ikut melahirkan undang-undang OJK.
Danang menyoroti bahwa pembentukan OJK merupakan solusi atas sejumlah permasalahan pada pengaturan dan pengawasan industri keuangan selama ini dipegang oleh BI dan Bapepam LK.
Namun, mayoritas calon DK OJK ternyata diisi oleh figur pejabat atau pensiunan lembaga tersebut.
“Kalau mereka merupakan produk gagal kenapa harus dimasukan pada lembaga baru. Terlebih lagi, OJK memiliki kewenangan yang lebih besar dari lembaga sebelumnya.”
Apung Widadi, Peneliti ICW, menegaskan seharusnya ada tenggat waktu yang ditetapkan agar para calon yang berasal dari BI dan Bapepam LK tidak bisa mencalon secara langsung. Dia mencurigai para calon tersebut akan mengamankan sejumlah kebijakan lama, apabila terpilih sebagai anggota DK OJK.
“Kami juga menyayangkan adanya sejumlah calon yang berasal dari pelaku industri keuangan tertentu. Menurut kami, OJK tersebut merupakan lembaga pengaturan bukan perwakilan. Makin banyak pelaku usaha yang masuk ke OJK maka independensi lembaga tersebut makin diragukan,”
Integritas pansel
Apung menegaskan lolosnya sejumlah calon bermasalah tersebut disebabkan karena integritas dari Panitia Seleksi juga diragukan. Hal tersebut terlihat sebagian besar anggota Pansel memiliki konflik kepentingan dengan sejumlah entitas keuangan.
“Kami menilai tidak ada anggota Pansel yang murni berasal dari masyarakat, karena beberapa pansel yang diklaim wakil masyarakat ternyata juga menjabat sebagai komisaris sebuah perusahaan,” jelasnya.
Saat ini proses seleksi calon DK OJK telah sampai pada tahap ketiga, yakni tes kesehatan yang digelar pada akhir pekan lalu. Pengumuman hasil tes kesehatan akan dikeluarkan oleh Pansel OJK pada pekan ini.
Seperti telah diberitakan sebelumnya, saat ini tersisa 38 calon yang akan memperebutkan tujuh kursi DK OJK. Sebagian besar dari calon tersebut berasal dari birokrat, terutama dari BI dan Kementerian Keuangan. (ea)