Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

LISTRIK GEOTHERMAL: Suez dkk beli listrik PLTP-PLN

JAKARTA: Setelah tertunda bertahun-tahun, PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) akhirnya menandatangani Perjanjian Jual Beli Listrik (Power Purchase Agreement/PPA) dengan konsorsium PT Supreme Energy, International Power GDF Suez, dan Sumitomo Corporation,

JAKARTA: Setelah tertunda bertahun-tahun, PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) akhirnya menandatangani Perjanjian Jual Beli Listrik (Power Purchase Agreement/PPA) dengan konsorsium PT Supreme Energy, International Power GDF Suez, dan Sumitomo Corporation, untuk proyek PLTP Muara Laboh dan Rajabasa.Penandatanganan PPA dilakukan oleh Direktur Utama PLN Nur Pamudji dan perwakilan konsorsium Supreme-GDF Suez-Sumitomo, yakni Supramu Santosa, President & CEO Supreme Energy. Penandatanganan disaksikan oleh Menko Perekonomian Hatta Rajasa dan Menteri Keuangan Agus Martowardojo.Nur Pamudji mengatakan kedua PLTP itu merupakan hasil lelang yang dilakukan pemda setempat dan mendapat jaminan pemerintah yang tertuang dalam Surat Jaminan Kelayakan Usaha (SJKU) yang juga diteken Jumat 2 Maret 2012.“Skema jaminan pemerintah sangat menentukan perkembangan PLTP di Indonesia. Setelah berunding cukup lama, akhirnya kita berhasil merumuskannya,” ujar Nur dalam acara penandatanganan PPA di kantor Kementerian Keuangan tersebut.PLTP Muara Laboh berlokasi di Kabupaten Solok Selatan, Sumatra Barat sedangkan PLTP Rajabasa di Kabupaten Lampung Selatan, Lampung. Harga untuk Muara Laboh sebesar US$9,4 sen per kWh dan Rajabasa sebesar US$9,5 sen per kWh.Masing-masing kapasitasnya 2x110 MW. Keduanya akan dibangun dengan skema Independent Power Producer (IPP) dan ditargetkan beroperasi pada 2016. Kedua pembangkit itu akan memasok kepada sistem interkoneksi Sumatra.Nur mengatakan saat ini PLN masih menyelesaikan beberapa PLTP yang dihasilkan dari lelang WKP yang dilakukan oleh pemda. Setelah PLTP Muara Laboh dan Rajabasa, selanjutnya PLTP Rantau Dadap di Sumsel dengan kapasitas yang sama (2x100 MW) juga akan segera ditandatangani PPA-nya.“Yang sudah sebentar lagi selesai adalah Rantau Dadap yang juga dikelola Supreme Energy. Sementara untuk Sukoria, sekarang masih tahap negosiasi. Meski kapasitasnya kecil [2x2,5 MW] tapi peran Sukoria bagi daerah setempat itu signifikan,” ujarnya.Pada kesempatan yang sama, Supramu mengatakan investasi kedua PLTP masing-masing sebesar US$700 juta, sehingga totalnya US$1,4 miliar. Dia mengatakan hingga nanti selesai tahap ekslorasi, masih akan menggunakan uang sendiri.“Sekarang uang kita sendiri sampai selesai eksplorasi. Sesudah development baru kita pakai sebagian bank, sebagian kita. Tapi bank-nya belum kita putuskan sekarang,” ujarnya.Supramu mengatakan hingga saat ini pemda setempat sangat mendukung proyek ini. Untuk PLTP Muara Laboh, sudah tidak ada masalah tanah dan studi sudah selesai dilakukan. Konsorsium akan mulai mengebor pada akhir Juli atau pertengahan Agustus 2012.“Mulai April, alat berat sudah masuk ke sana. Muara Laboh juga tidak masuk hutan lindung. Kalau Rajabasa daerahnya sulit, kita lakukan engineering dulu, baru civil work agak lama, setahun. Jadi pengeboran baru awal tahun depan. Rajabasa masuk hutan lindung, izin pinjam pakai kawasan hutan-nya sudah diajukan ke Kemenhut, mudah-mudahan ngga ada masalah,” jelasnya.Sementara itu, Agus mengatakan SJKU proyek PLTP Muara Laboh dan Rajabasa ini merupakan proyek baru green field yang akan memperkuat listrik yang menggunakan energi terbarukan dan sangat ramah lingkungan.“Penandatanganan hari ini juga tindak lanjut dari amanat presiden dalam Perpres No.4 Tahun 2010 tentang penugasan kapada PLN untuk melakukan percepatan pembangunan pembangkit listrik yang menggunakan energi terbarukan, batu bara, dan gas,” ujarnya.Di sisi lain, Hatta mengatakan penandatanganan PPA dan SJKU proyek PLTP Muara Laboh dan Rajabasa ini merupakan awal kebangkitan kembali sektor panas bumi Indonesia. Indonesia, lanjutnya, sudah pernah berjaya sebelumnya di sektor panas bumi.“Kita pernah berjaya, PLTP Kamojang adalah cerita sukses. Tidak hanya di Indonesia, tapi Kamojang adalah salah satu pengembangan geothermal terefisien di dunia,” ujarnya.Menurut Hatta, setelah itu Pertamina banyak mengebor di daerah tapi kemudian lama berhenti. Oleh sebab itu, ke depannya perlu ada percepatan panas bumi dan bagaimana bisa dikembangkan model bisnis yang baik di bidang ini.“Bagaimana kembangkan bisnis model yang baik, lapangan yang satu dengan yang lain sangat berbeda. Risiko terbesar itu ada di upstream-nya. Selama ini kita bicara geothermal itu lebih banyak mendiskusikannya, bukan mengerjakannya,” ujar Hatta. (Bsi)


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper